Pada postingan ini saya akan mengupas setidaknya 11 intisari penting yang saya temukan dari buku karya Mark Manson yang berjudul Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat (Judul asli The Subtle Art Of Not giving A F*ck) yang terbit pertama kali pada tahun 2016.
Jika kamu sebelumnya pernah membaca buku The Secret Law Of Attraction dan Quantum Ikhlas. Mungkin akan terdapat beberapa poin yang mirip sebab ide utama dalam buku ini berkutat kepada bagaimana cara kita bersikap bodo amat atau jika diperhalus bagaimana cara kita ikhlas terhadap sesuatu.
Terdapat 9 bab dalam buku ini di mana masing-masing bab terdapat 3 sampai 5 sub bab yang tentunya terdapat ulasan-ulasan yang tidak tercakup di dalam postingan ini. Jika kamu berminat untuk membaca bukunya silahkan beli di toko online atau toko buku besar seperti Gr*media namun saya tidak menjamin kamu akan mendapatkan yang versi terjemahan bahasa Indonesia karena untuk versi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa memang langka.
Oh iya, postingan ini bisa dibilang adalah postingan yang panjang dan jauh lebih panjang dibanding postingan saya yang lain. Jadi kalau kamu tipikal malas baca tulisan panjang mending kamu close aja ya, demi kebaikan kamu. Hehe.
1. Merasa kamu orang gagal ? silahkan dinikmati.
Bab awal buku ini dibuka oleh cerita perjalanan hidup ironis dan kontroversial seorang penulis yang merupakan pecandu alkohol, tukang main perempuan, penjudi kronis, kasar, kikir, dan tukang hutang yang bernama Charles Bukowski. Melalui bukunya, Mark Manson berpendapat bahwa Bukowski adalah sosok sempurna untuk memulai buku ini dan saya setuju begitupun kalian jika berkesempatan membaca buku yang dari membaca judulnya saja sudah sukses buat berkerut dahi.
Hal baik yang terdapat pada diri Bukowski adalah ia bercita-cita menjadi seorang penulis. Namun karyanya terus ditolak oleh hampir setiap majalah, surat kabar, jurnal, agen, dan penerbit yang pernah dihubunginya. Penolakan-penolakan tersebut tentu sukses membuatnya depresi dan sebagai pecandu alkohol mungkin sudah bisa ditebak akan kemana ia berlari. Jawabannya, tentu alkohol dkk.
Selama tiga puluh tahun kehidupan Bukowski berjalan tanpa arti seperti itu dan ketika ia berusia 50 tahun, setelah seumur hidup ia merasa gagal dan membenci dirinya sendiri, seorang editor di sebuah penerbitan independen kecil menaruh minat unik pada dirinya. Editor tersebut tidak menawari segepok uang atau penjualan buku yang menjanjikan melainkan memberikan Bukowski dua buah pilihan.
Tetap bekerja di kantor pos dengan gaji pas-pasan sampai sinting.
Atau
Tetap di luar sini, menjadi penulis dan kelaparan.
Ia memilih jawaban kedua. Menjadi seorang penulis dan kelaparan.
Bukowski menyelesaikan tulisan pertamanya hanya dalam kurun waktu 3 minggu, judulnya sederhana (Post Office) dan didedikasikan untuk tak seorang pun. Dia terus berkarya sampai sukses menerbitkan 6 novel yaitu;
1. Post Office (1971),
2. Factotum (1975),
3. Women (1978),
4. Ham on Rye (1982),
5. Hollywood (1989),
6. Pulp (1994)
Serta ratusan puisi, popularitasnya melampaui harapan semua orang bahkan ekspetasinya sendiri.
1. Post Office (1971),
2. Factotum (1975),
3. Women (1978),
4. Ham on Rye (1982),
5. Hollywood (1989),
6. Pulp (1994)
Serta ratusan puisi, popularitasnya melampaui harapan semua orang bahkan ekspetasinya sendiri.
Perjalanan Bukowski tentu sangat mirip dengan kisah-kisah inspiratif yang klise. Pantang menyerah lalu berhasil meraih mimpi. Namun sayangnya Bukowski tidak seperti itu. Setelah ia menjadi terkenal Bukowski masa bodoh dengan kesuksesan, dia masih muncul dalam pembacaan puisi lalu mencibir dan mendampra audiens nya, masih mengekspos dirinya di muka umum dan meniduri setiap perempuan yang ditemuinya. Menjadi terkenal dan sukses tidak serta merta mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik.
Bukowski tetaplah seorang pecundang dan ia tahu benar akan hal itu bahkan dengan segala kesuksesan yang berhasil diraihnya. Keberhasilannya bukan hasil dari kegigihannya untuk menjadi seorang pemenang, ia hanya tahu dirinya adalah seorang pecundang lalu menerimanya dan menulis secara jujur tentangnya. Ia tidak pernah menjadi selain dirinya sendiri pun kecerdasan dalam tulisan Bukowski bukan soal memanfaatkan peluang yang luar biasa atau mengembangkan dirinya menjadi seorang sastrawan yang gemilang.
Yang ada justru kebalikannya. ia hebat karena kemampuannya untuk jujur pada diri sendiri sepenuhnya dan setulusnya terutama mengakui hal-hal paling buruk yang ada pada dirinya dan untuk membagikan perasaannya tanpa segan dan ragu.
Dan hal yang paling aneh dari perjalanan hidup Bukowski adalah ia "nyaman" dengan cerminan dirinya yang dianggap sebagai sebuah kegagalan.
Lalu, melalui Bukowski kita juga dapat memahami bahwa menjadi terkenal dan sukses tidak lantas mengubah pribadi itu menjadi lebih baik.
2. Affirmasi positif adalah omong kosong.
Anda mempelajari cara terbaik mendapatkan uang karena Anda merasa tidak punya cukup uang. Anda berdiri di depan cermin dan mengafirmasi bahwa Anda cantik karena Anda sudah merasa tidak cantik. Anda mengikuti tips berkencan dan menjalin hubungan karena Anda merasa bahwa Anda memang tidak layak untuk dicintai. Anda mengikuti latihan visualisasi yang konyol untuk menjadi lebih sukses karena Anda memang merasa tidak cukup sukses (4 - 5)
Pernah mendengar ungkapan di Texas yang berbunyi "Anjing paling mungil menggonggong paling keras" jika kamu belum pernah mendengar ungkapan itu maka tidak apa-apa jika kamu mengucapkan terima kasih kepada blog ini karena setidaknya kamu jadi tahu ada ungkapan seperti itu.
Pernah mendengar ungkapan di Texas yang berbunyi "Anjing paling mungil menggonggong paling keras" jika kamu belum pernah mendengar ungkapan itu maka tidak apa-apa jika kamu mengucapkan terima kasih kepada blog ini karena setidaknya kamu jadi tahu ada ungkapan seperti itu.
Arti dari ungkapan itu adalah jika seseorang merasa percaya diri maka ia tidak perlu membuktikan bahwa ia percaya diri, atau simpelnya jika kamu merasa mampu kamu tidak perlu bersikeras membuktikan bahwa kamu mampu. Pernah lihat foto cheetah yang enggan berlari dalam sebuah ajang pembuktian siapa yang larinya lebih cepat antara cheetah dan anjing? jika belum carilah di mesin telusur dan klik gambar, saya jamin kamu pasti menemukan.
Terkadang mencoba membuktikan bahwa kamu yang terbaik adalah suatu bentuk penghinaan.
Jika setiap kamu menginginkan sesuatu dan terus memimpikan atau mem-visualisasikan hal itu secara terus menerus, maka kamu hanya menguatkan alam bawah sadar kamu lagi dan lagi; bahwa kamu bukan itu.
Ironisnya, pengarahan pemikiran pada hal-hal positif ini, tentang apa yang lebih baik, lebih unggul, hanya akan mengingatkan diri kita lagi dan lagi tentang kegagalan kita, kekurangan kita, apa yang seharusnya kita lakukan namun gagal kita wujudkan. Dan bagaimanapun jika seseorang sungguh merasa bahagia, dia tidak pernah merasa perlu berdiri di depan cermin dan mengulang-ngulang ucapan bahwa dia bahagia. Percayalah kawan, membohongi diri sendiri dengan ilusi kebahagiaan hanya akan berujung pada kegilaan.
Saya pribadi pun mengaminkan bahwa affirmasi positif adalah omong kosong. Kenapa ?
Karena dengan terus menerus menekankan affirmasi positif justru kamu akan lebih mengingat lebih banyak kekuranganmu dan mencoba jalan pintas untuk menghindarinya yang endingnya akan berujung kepada penolakan terhadap diri kamu sendiri. Kamu tahu banyak cacat dengan dirimu sendiri namun kamu tidak mau menerimanya.
Perlu garis bawahi tidak semua afrimasi positif bersifat omong kosong, karena nyatanya terdapat banyak pelatihan di luar sana tentang affrimasi positif yang TENTUNYA didampingi oleh orang para ahli yang bertujuan untuk menyembuhkan dirimu sendiri dari segala macam trauma yang sudah berkarat di alam bawah sadarmu.
Jika kamu membaca penuh buku ini, akan banyak contoh kasus yang bersinggungan dengan penerimaan diri dan tentu tentang seni bersikap masa bodoh untuk menjadikan diri kamu lebih positif atau bisa jadi sebaliknya.
Karena dengan terus menerus menekankan affirmasi positif justru kamu akan lebih mengingat lebih banyak kekuranganmu dan mencoba jalan pintas untuk menghindarinya yang endingnya akan berujung kepada penolakan terhadap diri kamu sendiri. Kamu tahu banyak cacat dengan dirimu sendiri namun kamu tidak mau menerimanya.
Perlu garis bawahi tidak semua afrimasi positif bersifat omong kosong, karena nyatanya terdapat banyak pelatihan di luar sana tentang affrimasi positif yang TENTUNYA didampingi oleh orang para ahli yang bertujuan untuk menyembuhkan dirimu sendiri dari segala macam trauma yang sudah berkarat di alam bawah sadarmu.
Jika kamu membaca penuh buku ini, akan banyak contoh kasus yang bersinggungan dengan penerimaan diri dan tentu tentang seni bersikap masa bodoh untuk menjadikan diri kamu lebih positif atau bisa jadi sebaliknya.
3. Paradoks pengalaman positif negatif dan nilai dari rasa sakit.
"Hasrat untuk mengejar semakin banyak pengalaman positif sesungguhnya adalah sebuah pengalaman negatif. Sebaliknya, secara paradoksal, penerimaan seseorang terhadap pengalaman negatif justru merupakan pengalaman positif"
Pernah melihat atau mendengar kutipan di atas?
Jika kamu adalah penggila teori hukum tarik menarik sudah sepantasnya tidak asing dengan kutipan tersebut. Filsuf Alan Watts pernah menafsirkan hukum berkebalikan yang intinya adalah semakin kuat Anda berusaha merasa baik setiap saat, Anda akan merasa semakin tidak puas karena mengejar sesuatu hanya akan meneguhkan fakta bahwa pertama-tama Anda tidak baik.
Saya yakin pembaca di sini pernah merasakan jatuh cinta dan merasakan fenomena aneh ketika sosok potensial untuk kamu jadikan pacar justru semakin menjauh apabila kamu semakin kejar, dan lucunya sering ada orang yang diam-diam memberi tanda bahwa ia bersedia untuk menjadi pacar kamu padahal kamu tidak pernah mengejar bahkan cenderung masa bodoh dengan orang itu. Atau lebih lucunya orang yang pernah kamu kejar dan menolak kamu akan sedikit demi sedikit mencari cara untuk mendapatkan perhatian kamu ketika kamu sudah tidak memperdulikannya. Saya pribadi beberapa kali pernah merasakan pengalaman itu dan bersyukur pernah mengalami fenomena di luar nalar seperti itu.
Manson dalam buku ini menjelaskan bahwa; semakin mati-matian Anda berusaha ingin kaya, Anda akan merasa semakin miskin dan tidak berharga, terlepas dari seberapa besar penghasilan Anda sesungguhnya. Semakin mati-matian Anda ingin tampil seksi dan tampan yang seperti Anda inginkan, Anda akan memandang diri Anda semakin jelek, terlepas dari seberapa penampilan fisik Anda sesungguhnya. Semakin mati-matian Anda ingin bahagia dan dicintai, Anda akan semakin merasa kesepian karena merasa ketakutan, terlepas dari berapa banyaknya orang di sekitar Anda. Semakin Anda berusaha mendapatkan pencerahan spiritual, Anda akan semakin tertelan oleh diri Anda sendiri dan menjadi semakin dangkal untuk mencapainya; oleh karena itu tidak perlu heran untuk aliran-aliran spiritual sesat yang terkadang muncul dengan paham-paham yang menggelitik dan melenceng jauh dari ajaran Agama sesungguhnya. Itu karena mereka mati-matian mencari dan tersesat dalam labirin pikiran mereka sendiri.
Manson juga mengatakan bahwa hal ini kurang lebih seperti pengalaman Ia ketika memakai LSD;
"Semakin saya melangkah mendekati rumah saya, rumah itu justru semakin menjauh dari saya"
Pernah kan kamu merasakan ketika kamu kurang memperdulikan sesuatu, kamu justru mengerjakan hal itu dengan baik? atau pernah kan kalian mendengar orang yang sukses dalam berbisnis karena dimulai keisengan. Dan apakah pernah kamu ketika fokus pada sesuatu, semuanya justru berantakan?
Manson mengatakan yang menarik tentang hukum kebalikan adalah ada alasan mengapa sesuatu disebut "berbalik" yaitu bersikap masa bodoh sesungguhnya menghasilkan sesuatu yang besar. Jika mengejar hal positif adalah hal negatif, mengejar hal negatif akan menghasilkan hal yang positif.
Rasa capek yang kita alami di gym membuahkan kesehatan dan tenaga yang paripurna. Rentetan kegagalan bisnis akan menuntun kepada pemahaman yang lebih baik tentang syarat-syarat kesuksesan. Menjadi terbuka pada hal-hal yang membuat diri kita tidak nyaman akan membuat kita lebih percaya diri dan karismatis dibandingkan orang lain. Rasa sakit akibat kejujuran menghasilkan rasa percaya diri dan hormat yang lebih besar dalam hubungan kita kepada orang lain. Penderitaan dalam menghadapi rasa takut dan kecemasan mampu membangun keberanian dan ketekunan.
Rasa sakit merupakan sebuah tenunan yang mengaggumkan yang membentuk kain kehidupan. Berusaha menghindari rasa sakit sama halnya dengan berurusan terus menerus dengan rasa sakit itu sendiri. Kebalikannya, jika kita tidak peduli alias bodo amat dengan rasa sakit itu, maka perjuangan kita tidak dapat dibendung.
Masa bodoh atau bodo amat artinya memandang tanpa gentar tantangan yang paling menakutkan dan sulit dalam kehidupan dan mau mengambil suatu tindakan.
Berbicara mengenai rasa sakit, sudah tentu hal itu erat kaitannya dengan penderitaan. Manson mengemukakan bahwa psikologi manusia pada umumnya memerlukan sebuah penderitaan.
Ahh apa-apaan, penderitaan itu kan ga ada yang enak?! siapa manusia yang mau menderita? dasar sesat!
Gini, saya kasih analogi sederhana.
Kalau kamu sakit keras, kenapa kamu tetap bersikeras minum obat cair atau pil obat besar yang keduanya super pahit. Tentu kalau kamu ingin sembuh dari penyakitmu, obat pahit adalah gerbang utamanya kan?
Secara biologis penderitaan itu bermanfaat, kawan.
Penderitaan adalah agen alami yang diperlukan untuk sebuah perubahan. Kita telah berevolusi untuk selalu hidup dengan derajat ketidakpuasan dan kegelisahan tertentu, karena hanya mahluk yang kurang puas dan tak terlalu amanlah yang mampu berinovasi dan bertahan hidup. Manusia cenderung tidak puas dengan segala sesuatu yang sudah dimiliki. Ketidakpuasan konstan ini telah membuat spesies kita bertarung, berjuang, membangun, dan menaklukan. Jadi, jelas keliaru jika penderitaan dianggap sebagai hama di kehidupan manusia; penderitaan adalah suatu keistimewaan yang membuat manusia berevolusi.
Rasa sakit, dalam bentuk apapun, merupakan alat yang paling efektif dari tubuh kita untuk mendorong suatu aksi. Sebagai contoh; ketika jari kaki anda terantuk meja, sudah pasti kata-kata kotor bin sumpah serapah akan keluar dari mulut kamu atau paling tidak kamu menyumpahi orang idiot yang menaruh kursi di situ. Penderitaan fisik tersebut merupakan produk sistem syaraf kita, sebuah mekanisme umpan balik yang memberi kita pengetahuan akan proporsi fisik kita sendiri-- di mana dengan kejadian itu minimal kita jadi mengetahui bagaimana sakitnya jika kaki terantuk meja dan membuat kita lebih berhati-hati pada langkah berikutnya agar tidak mengulangi lagi.
Tidak hanya rasa sakit berbentuk fisik. rasa sakit emosional juga perlu. Sama seperti halnya jari kaki kamu yang terantuk dapat mendidik kita untuk tidak lagi tersandung meja, derita emosional akibat penolakan atau kegagalan dapat mengajarkan kita bagaimana cara mencegah kesalaahan yang sama di masa depan.
Berbicara mengenai rasa sakit, sudah tentu hal itu erat kaitannya dengan penderitaan. Manson mengemukakan bahwa psikologi manusia pada umumnya memerlukan sebuah penderitaan.
Ahh apa-apaan, penderitaan itu kan ga ada yang enak?! siapa manusia yang mau menderita? dasar sesat!
Gini, saya kasih analogi sederhana.
Kalau kamu sakit keras, kenapa kamu tetap bersikeras minum obat cair atau pil obat besar yang keduanya super pahit. Tentu kalau kamu ingin sembuh dari penyakitmu, obat pahit adalah gerbang utamanya kan?
Secara biologis penderitaan itu bermanfaat, kawan.
Penderitaan adalah agen alami yang diperlukan untuk sebuah perubahan. Kita telah berevolusi untuk selalu hidup dengan derajat ketidakpuasan dan kegelisahan tertentu, karena hanya mahluk yang kurang puas dan tak terlalu amanlah yang mampu berinovasi dan bertahan hidup. Manusia cenderung tidak puas dengan segala sesuatu yang sudah dimiliki. Ketidakpuasan konstan ini telah membuat spesies kita bertarung, berjuang, membangun, dan menaklukan. Jadi, jelas keliaru jika penderitaan dianggap sebagai hama di kehidupan manusia; penderitaan adalah suatu keistimewaan yang membuat manusia berevolusi.
Rasa sakit, dalam bentuk apapun, merupakan alat yang paling efektif dari tubuh kita untuk mendorong suatu aksi. Sebagai contoh; ketika jari kaki anda terantuk meja, sudah pasti kata-kata kotor bin sumpah serapah akan keluar dari mulut kamu atau paling tidak kamu menyumpahi orang idiot yang menaruh kursi di situ. Penderitaan fisik tersebut merupakan produk sistem syaraf kita, sebuah mekanisme umpan balik yang memberi kita pengetahuan akan proporsi fisik kita sendiri-- di mana dengan kejadian itu minimal kita jadi mengetahui bagaimana sakitnya jika kaki terantuk meja dan membuat kita lebih berhati-hati pada langkah berikutnya agar tidak mengulangi lagi.
Tidak hanya rasa sakit berbentuk fisik. rasa sakit emosional juga perlu. Sama seperti halnya jari kaki kamu yang terantuk dapat mendidik kita untuk tidak lagi tersandung meja, derita emosional akibat penolakan atau kegagalan dapat mengajarkan kita bagaimana cara mencegah kesalaahan yang sama di masa depan.
4. Penderitaan adalah bagian dari proses
"Nikmati prosesnya. Keluar dari sini kalian bakal paham manfaatnya "
Ucap seorang senior UKM Teater yang pernah saya ikuti tujuh tahun yang lalu usai memberikan evaluasi panjang di depan deretan para junior (termasuk saya) yang berparas bagai "zombie" karena ditempa oleh tetek bengek tugas perkuliahan, latihan yang tidak terhitung berapa kali persendian saya dibuat mati rasa, dan jam pulang latihan yang semakin larut terlebih jika dalam waktu dekat akan diselenggarakan produksi.
Percayalah. Olah tubuh teater sama gilanya atau bahkan lebih gila dibanding beladiri.
Saya termangu usai mendengar ucapan senior saya. Termangu karena memang saya belum merasakan manfaatnya dan termangu karena ini sudah lewat tengah malam dan harus bangun pagi harinya.
Sebelum lanjut dengan kisah saya.
Saya ingin bertanya;
Di sini siapa yang suka dengan perasaan menderita?
Sudah tentu.
Tidak ada. Begitupun dengan saya.
Pada tahun 1950 - an, seorang psikolog Polandia bernama Kazimierz Dabrowski meneliti para penyintas Perang Dunia II dan bagaimana mereka menghadapi pengalaman traumatik pasca perang tersebut. Baik veteran perang bahkan orang sipil di Polandia sendiri sudah tentu mengalami atau menyaksikan kelaparan masal, pengeboman yang mengubah wajah kota menjadi puing, pembasmian, penyiksaan tawanan perang, pemerkosaan, dan pembunuhan anggota keluarga, jika bukan oleh Nazi, maka beberapa tahun kemudian oleh Soviet.
Dabrowski mengamati sesuatu yang mengejutkan dan luar biasa. Persentase yang cukup besar diantara mereka meyakini kalau derita dari pengalaman di masa perang, meskipun menyakitkan dan tentu saja membuat trauma, sebenarnya membuat mereka menjadi lebih baik, lebih bertanggung jawab, dan yang lebih mengejutkannya adalah mereka mengklaim menjadi orang yang lebih bahagia.
Mereka menggambarkan bahwa hidup mereka sebelum perang sebagai orang yang sangat berbeda; seperti kurang bersyukur dan tidak menghargai orang-orang yang mereka cintai, menyia-nyiakan apa yang telah mereka terima, malas-malasan dan mudah ditelan oleh masalah remeh. Pasca perang, mereka merasa lebih percaya diri, lebih yakin pada diri mereka sendiri, lebih bersyukur, dan tidak dirisaukan dengan hal sepele dan kerikil kecil dalam hidup.
Jelas, pengalaman yang mereka lalui mengerikan dan tidak membuat mereka bahagia sama sekali dengan pengalaman itu. Banyak dari mereka yang masih menderita akibat luka emosional dari perang yang terus menerus tersebut. Tetapi beberapa dari mereka berhasil memanfaatkan luka tersebut untuk mengubah diri mereka dengan cara yang positif dan kuat.
Bagi sebagian dari kita, pencapaian yang paling membanggakan muncul dari kemalangan yang besar. Luka membuat kita semakin kuat, lebih tangguh, dan lebih membumi. Sebagai contohnya, banyak personil militer bersaksi ketangguhan mental yang diperoleh adalah hasil dari bertahan di lingkungan berbahaya seperti zona perang.
Dabrowski berpendapat bahwa rasa takut dan kecemasan serta kesedihan tidak selalu menjadi kondisi mental yang tidak diinginkan atau tidak membantu; melainkan, itu sering mewakili derita yang selayaknya kita selayaknya kita butuhkan demi perkembangan jiwa kita. Menyangkal luka sama dengan potensi kita sendiri. Sama halnya seperti seseorang yang mengalami rasa sakit fisik untuk membentuk tulang dan otot yang lebih kuat, seseorang harus mengalami sakit emosional untuk mengembangkan ketangguhan emosional yang lebih besar, percaya diri yang lebih kuat, dan secara umum untuk hidup yang lebih bahagia.
Tujuh tahun sudah saya lepas dari kegiatan UKM yang super melelahkan itu, dan pada tahun ini saya diberi kesempatan untuk menoleh ke belakang lagi kala di depan saya sudah ada hal yang lebih gila yang sudah menanti dan bersiap menampar saya. Ketika menerawang masa lalu, saya tersadar bahwa pulang jam dua pagi dari kampus nyatanya lebih bersahabat dibanding pulang kantor jam empat pagi begitupun dengan riuhnya masa produksi teater yang lebih bersahabat dibanding riuhnya tim saya ketika bos dan klien menagih hasil kerja yang sudah lewat dari tenggat waktu masa produksi.
Pulang kantor jam empat pagi dan harus stand by pagi harinya dapat dikatakan adalah kejadian perdana untuk saya. Namun saya merasa sudah berteman lama dengan kejadian itu dan membuat saya memahami perkataan senior saya tujuh tahun yang lalu.
"Nikmati prosesnya. Keluar dari sini kalian bakal paham manfaatnya "
Ucap seorang senior UKM Teater yang pernah saya ikuti tujuh tahun yang lalu usai memberikan evaluasi panjang di depan deretan para junior (termasuk saya) yang berparas bagai "zombie" karena ditempa oleh tetek bengek tugas perkuliahan, latihan yang tidak terhitung berapa kali persendian saya dibuat mati rasa, dan jam pulang latihan yang semakin larut terlebih jika dalam waktu dekat akan diselenggarakan produksi.
Percayalah. Olah tubuh teater sama gilanya atau bahkan lebih gila dibanding beladiri.
Saya termangu usai mendengar ucapan senior saya. Termangu karena memang saya belum merasakan manfaatnya dan termangu karena ini sudah lewat tengah malam dan harus bangun pagi harinya.
Sebelum lanjut dengan kisah saya.
Saya ingin bertanya;
Di sini siapa yang suka dengan perasaan menderita?
Sudah tentu.
Tidak ada. Begitupun dengan saya.
Pada tahun 1950 - an, seorang psikolog Polandia bernama Kazimierz Dabrowski meneliti para penyintas Perang Dunia II dan bagaimana mereka menghadapi pengalaman traumatik pasca perang tersebut. Baik veteran perang bahkan orang sipil di Polandia sendiri sudah tentu mengalami atau menyaksikan kelaparan masal, pengeboman yang mengubah wajah kota menjadi puing, pembasmian, penyiksaan tawanan perang, pemerkosaan, dan pembunuhan anggota keluarga, jika bukan oleh Nazi, maka beberapa tahun kemudian oleh Soviet.
Dabrowski mengamati sesuatu yang mengejutkan dan luar biasa. Persentase yang cukup besar diantara mereka meyakini kalau derita dari pengalaman di masa perang, meskipun menyakitkan dan tentu saja membuat trauma, sebenarnya membuat mereka menjadi lebih baik, lebih bertanggung jawab, dan yang lebih mengejutkannya adalah mereka mengklaim menjadi orang yang lebih bahagia.
Mereka menggambarkan bahwa hidup mereka sebelum perang sebagai orang yang sangat berbeda; seperti kurang bersyukur dan tidak menghargai orang-orang yang mereka cintai, menyia-nyiakan apa yang telah mereka terima, malas-malasan dan mudah ditelan oleh masalah remeh. Pasca perang, mereka merasa lebih percaya diri, lebih yakin pada diri mereka sendiri, lebih bersyukur, dan tidak dirisaukan dengan hal sepele dan kerikil kecil dalam hidup.
Jelas, pengalaman yang mereka lalui mengerikan dan tidak membuat mereka bahagia sama sekali dengan pengalaman itu. Banyak dari mereka yang masih menderita akibat luka emosional dari perang yang terus menerus tersebut. Tetapi beberapa dari mereka berhasil memanfaatkan luka tersebut untuk mengubah diri mereka dengan cara yang positif dan kuat.
Bagi sebagian dari kita, pencapaian yang paling membanggakan muncul dari kemalangan yang besar. Luka membuat kita semakin kuat, lebih tangguh, dan lebih membumi. Sebagai contohnya, banyak personil militer bersaksi ketangguhan mental yang diperoleh adalah hasil dari bertahan di lingkungan berbahaya seperti zona perang.
Dabrowski berpendapat bahwa rasa takut dan kecemasan serta kesedihan tidak selalu menjadi kondisi mental yang tidak diinginkan atau tidak membantu; melainkan, itu sering mewakili derita yang selayaknya kita selayaknya kita butuhkan demi perkembangan jiwa kita. Menyangkal luka sama dengan potensi kita sendiri. Sama halnya seperti seseorang yang mengalami rasa sakit fisik untuk membentuk tulang dan otot yang lebih kuat, seseorang harus mengalami sakit emosional untuk mengembangkan ketangguhan emosional yang lebih besar, percaya diri yang lebih kuat, dan secara umum untuk hidup yang lebih bahagia.
Tujuh tahun sudah saya lepas dari kegiatan UKM yang super melelahkan itu, dan pada tahun ini saya diberi kesempatan untuk menoleh ke belakang lagi kala di depan saya sudah ada hal yang lebih gila yang sudah menanti dan bersiap menampar saya. Ketika menerawang masa lalu, saya tersadar bahwa pulang jam dua pagi dari kampus nyatanya lebih bersahabat dibanding pulang kantor jam empat pagi begitupun dengan riuhnya masa produksi teater yang lebih bersahabat dibanding riuhnya tim saya ketika bos dan klien menagih hasil kerja yang sudah lewat dari tenggat waktu masa produksi.
Pulang kantor jam empat pagi dan harus stand by pagi harinya dapat dikatakan adalah kejadian perdana untuk saya. Namun saya merasa sudah berteman lama dengan kejadian itu dan membuat saya memahami perkataan senior saya tujuh tahun yang lalu.
5. Salah kaprah tanggung jawab dan rasa salah.
Tanggung jawab dan kesalahan sering tampil berbarengan dalam budaya kita. tetapi kedua hal itu tidak sama. Jika saya menabrakmu dengan mobil saya, tentu saya bersalah dan bertanggung jawab secara hukum untuk membayarkan ganti rugi kepada orang yang saya tabrak entah bagaimanapun caranya. Bahkan jika saya tidak sengaja menabrak maka saya tetap harus bertanggung jawab. Beginilah pihak yang bersalah ditentukan dalam masyarakat kita. Jika Anda mengacau maka Anda harus memperbaikinya!
Ada juga masalah di mana kita tidak bisa dipersalahkan dan masih bertanggung jawab terhadapnya.
Sebagai contoh : Jika kamu bangun di suatu pagi dan menemukan bayi yang masih merah di depan pintu rumahmu, jelas ini bukan kesalahan-mu kalau si bayi ditinggalkan di sana, namun bayi tersebut sekarang menjadi tanggung jawab-mu dan membuatmu harus memutuskan sesuatu entah itu merawatnya, mengabaikannya, atau menaruh bayi merah itu ke depan pintu rumah tetangga. Itu merupakan tanggung jawab yang terkait dengan pilihan dan kamu harus memutuskannya.
Atau contoh lainnya; seorang hakim tidak bisa memilih kasus yang dihadapi. Akan tetapi ketika sebuah kasus sampai di pengadilan, hakim harus menangani kasus itu walaupun ia tidak melakukan kejahatan, bukan saksi kejahatan, dan tidak terkena imbas dari kehajatan tersebut, namun ia tetap bertanggung jawab atas kejahatan tersebut dan mengidentifikasi ukuran untuk menilai kejahatan tersebut.
Kita bertanggung jawab atas hal-hal yang bukan merupakan kesalahan kita. Inilah bagian kehidupan (116).
Kesalahan adalah bentuk lampau (past tense) sedangkan tanggung jawab adalah bentuk kini (present tense). Kesalahan merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang telah diambil sedangkan Tanggung jawab merupakan hasil yang telah kita ambil saat ini, setiap detik, setiap hari. Misal, kamu sedang memilih untuk membaca uraian saya mengenai buku Mark Manson di blog ini, maka secara tak sadar kamu sedang memilih untuk menerima atau menolak uraian saya dalam buku tersebut atau konsep dalam buku ini. Jika menurutmu uraian saya dan buku Manson payah, maka itu bukan kesalahan saya atau Manson, namun kamu bertanggung jawab atas kesimpulan yang sudah kamu ambil tersebut. Bukan kesalahan kamu jika saya memilih untuk menulis konten ini, namun kamu tetap bertanggung jawab ketika memilih untuk membacanya atau tidak.
Ada perbedaan antara menyalahkan seseorang atas situasi yang terjadi dalam hidupmu dan bahwa orang tersebut memang sungguh bertanggung jawab atas keadaan yang kamu alami. Tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab atas keadaanmu kecuali diri kamu sendiri. Banyak orang yang mungkin disalahkan atas ketidakbahagiaan kamu, namun tidak seorang pun yang bertanggung jawab atas ketidakbahagiaanmu selain diri kamu sendiri. Ini karena baik saya dan kamu selalu harus memilih bagaimana kita memandang sekitar, bagaimana kita bereaksi terhadapnya, dan bagaimana kita menilai sesuatu.
Sebagai contoh : Jika ada seseorang yang tanpa sengaja menimpuk tubuhmu dengan gumpalan tahi kerbau, maka apa yang akan orang itu dan apa yang kita lakukan? Kamu tentu akan kesal atau marah dan orang itu tentu akan meminta maaf dan mungkin akan menawarkan kamu untuk mandi di rumahnya, namun itu tugas kamu untuk memilih untuk menerima tawarannya atau tidak dan jika kamu menerima tawarannya apakah lantas orang itu bertanggung jawab untuk menyabuni setiap sisi tubuhmu? Tentu tidak. Baik kamu menerima tawarannya atau menolaknya yang bertanggung jawab untuk membersihkan tubuhmu sendiri adalah KAMU.
Selanjutnya akan saya tuliskan contoh nyata dari pengalaman romansa sang penulis buku ini sendiri, Mark Manson.
Manson pernah dicampakkan oleh pacar pertamanya dengan cara yang terdengar klasik namun absurd. Pacarnya berselingkuh dengan gurunya dan menurutnya hal itu adalah kejadian yang "luar biasa," luar biasa dalam artian seperti rasa dipukul 253 kali di perut. Ketika ia meminta penjelasan pada pacarnya mengenai hal ini, sang pacar justru meminta putus dan langsung "nempel" ke pelukan selingkuhannya. Tiga tahun bersama, hanya berakhir seperti itu.
Bisa ditebak bahwa sesudahnya Manson nelangsa selama beberapa bulan dan tetap berpikir bahwa sang mantan kekasihnya lah yang harus bertanggung jawab atas kepedihannya. Namun nyatanya hal itu hanya membuat Manson tidak bisa melangkah ke depan dan hanya membuat rasa pedihnya semakin parah. Tidak peduli Manson memanggil-manggil dan meneriakkan nama sang pacar dalam nestapa, pacarnya tidak pernah kembali dan statusnya tetap menjadi mantannya saja. Pada akhirnya, meskipun sang mantan yang patut disalahkan atas apa yang Manson rasakan, dia tidak pernah bertanggung jawab atas apa yang Manson rasakan. Manson lah yang harus bertanggung jawab atas perasaannya sendiri.
Setelah aliran air mata dan alkohol dirasa telah cukup, Manson mulai berpikir dan memahami bahwa walaupun sang mantan telah berlaku buruk kepadanya dan layak untuk disalahkan, sekarang tanggung jawab Manson adalah kembali membuat dirinya sendiri gembira entah bagaimanapun caranya karena sang mantan tidak akan pernah muncul dan memperbaiki segala hal pelik yang terjadi kepada dirinya. Manson harus memperbaikinya sendiri.
Omong-omong, seluruh hal yang tentang "menuntut tanggung jawab atas emosi saya" mungkin membuatnya meminta putus dengan saya (118).
Kemudian setelah setahun berikutnya, Manson menengok kembali hubungannya yang telah usai. Ia menyadari bahwa Manson menganggap bahwa dirinya sendiri tidak pernah menjadi kekasih yang hebat, dan bahwa seseorang tidak begitu saja berselingkuh dengan orang lain kecuali jika mereka tidak bahagia karena beberapa alasan. Pada momen ini Manson tersadar akan sesuatu bahwa jika pacar-pacar Anda bersikap egois dan tega melukai Anda, maka sejatinya Anda pun demikian, Anda hanya tidak menyadarinya.
6. Masalah = Sumber Kebahagiaan.
Tanggung jawab dan kesalahan sering tampil berbarengan dalam budaya kita. tetapi kedua hal itu tidak sama. Jika saya menabrakmu dengan mobil saya, tentu saya bersalah dan bertanggung jawab secara hukum untuk membayarkan ganti rugi kepada orang yang saya tabrak entah bagaimanapun caranya. Bahkan jika saya tidak sengaja menabrak maka saya tetap harus bertanggung jawab. Beginilah pihak yang bersalah ditentukan dalam masyarakat kita. Jika Anda mengacau maka Anda harus memperbaikinya!
Ada juga masalah di mana kita tidak bisa dipersalahkan dan masih bertanggung jawab terhadapnya.
Sebagai contoh : Jika kamu bangun di suatu pagi dan menemukan bayi yang masih merah di depan pintu rumahmu, jelas ini bukan kesalahan-mu kalau si bayi ditinggalkan di sana, namun bayi tersebut sekarang menjadi tanggung jawab-mu dan membuatmu harus memutuskan sesuatu entah itu merawatnya, mengabaikannya, atau menaruh bayi merah itu ke depan pintu rumah tetangga. Itu merupakan tanggung jawab yang terkait dengan pilihan dan kamu harus memutuskannya.
Atau contoh lainnya; seorang hakim tidak bisa memilih kasus yang dihadapi. Akan tetapi ketika sebuah kasus sampai di pengadilan, hakim harus menangani kasus itu walaupun ia tidak melakukan kejahatan, bukan saksi kejahatan, dan tidak terkena imbas dari kehajatan tersebut, namun ia tetap bertanggung jawab atas kejahatan tersebut dan mengidentifikasi ukuran untuk menilai kejahatan tersebut.
Kita bertanggung jawab atas hal-hal yang bukan merupakan kesalahan kita. Inilah bagian kehidupan (116).
Kesalahan adalah bentuk lampau (past tense) sedangkan tanggung jawab adalah bentuk kini (present tense). Kesalahan merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang telah diambil sedangkan Tanggung jawab merupakan hasil yang telah kita ambil saat ini, setiap detik, setiap hari. Misal, kamu sedang memilih untuk membaca uraian saya mengenai buku Mark Manson di blog ini, maka secara tak sadar kamu sedang memilih untuk menerima atau menolak uraian saya dalam buku tersebut atau konsep dalam buku ini. Jika menurutmu uraian saya dan buku Manson payah, maka itu bukan kesalahan saya atau Manson, namun kamu bertanggung jawab atas kesimpulan yang sudah kamu ambil tersebut. Bukan kesalahan kamu jika saya memilih untuk menulis konten ini, namun kamu tetap bertanggung jawab ketika memilih untuk membacanya atau tidak.
Ada perbedaan antara menyalahkan seseorang atas situasi yang terjadi dalam hidupmu dan bahwa orang tersebut memang sungguh bertanggung jawab atas keadaan yang kamu alami. Tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab atas keadaanmu kecuali diri kamu sendiri. Banyak orang yang mungkin disalahkan atas ketidakbahagiaan kamu, namun tidak seorang pun yang bertanggung jawab atas ketidakbahagiaanmu selain diri kamu sendiri. Ini karena baik saya dan kamu selalu harus memilih bagaimana kita memandang sekitar, bagaimana kita bereaksi terhadapnya, dan bagaimana kita menilai sesuatu.
Sebagai contoh : Jika ada seseorang yang tanpa sengaja menimpuk tubuhmu dengan gumpalan tahi kerbau, maka apa yang akan orang itu dan apa yang kita lakukan? Kamu tentu akan kesal atau marah dan orang itu tentu akan meminta maaf dan mungkin akan menawarkan kamu untuk mandi di rumahnya, namun itu tugas kamu untuk memilih untuk menerima tawarannya atau tidak dan jika kamu menerima tawarannya apakah lantas orang itu bertanggung jawab untuk menyabuni setiap sisi tubuhmu? Tentu tidak. Baik kamu menerima tawarannya atau menolaknya yang bertanggung jawab untuk membersihkan tubuhmu sendiri adalah KAMU.
Selanjutnya akan saya tuliskan contoh nyata dari pengalaman romansa sang penulis buku ini sendiri, Mark Manson.
Manson pernah dicampakkan oleh pacar pertamanya dengan cara yang terdengar klasik namun absurd. Pacarnya berselingkuh dengan gurunya dan menurutnya hal itu adalah kejadian yang "luar biasa," luar biasa dalam artian seperti rasa dipukul 253 kali di perut. Ketika ia meminta penjelasan pada pacarnya mengenai hal ini, sang pacar justru meminta putus dan langsung "nempel" ke pelukan selingkuhannya. Tiga tahun bersama, hanya berakhir seperti itu.
Bisa ditebak bahwa sesudahnya Manson nelangsa selama beberapa bulan dan tetap berpikir bahwa sang mantan kekasihnya lah yang harus bertanggung jawab atas kepedihannya. Namun nyatanya hal itu hanya membuat Manson tidak bisa melangkah ke depan dan hanya membuat rasa pedihnya semakin parah. Tidak peduli Manson memanggil-manggil dan meneriakkan nama sang pacar dalam nestapa, pacarnya tidak pernah kembali dan statusnya tetap menjadi mantannya saja. Pada akhirnya, meskipun sang mantan yang patut disalahkan atas apa yang Manson rasakan, dia tidak pernah bertanggung jawab atas apa yang Manson rasakan. Manson lah yang harus bertanggung jawab atas perasaannya sendiri.
Setelah aliran air mata dan alkohol dirasa telah cukup, Manson mulai berpikir dan memahami bahwa walaupun sang mantan telah berlaku buruk kepadanya dan layak untuk disalahkan, sekarang tanggung jawab Manson adalah kembali membuat dirinya sendiri gembira entah bagaimanapun caranya karena sang mantan tidak akan pernah muncul dan memperbaiki segala hal pelik yang terjadi kepada dirinya. Manson harus memperbaikinya sendiri.
Omong-omong, seluruh hal yang tentang "menuntut tanggung jawab atas emosi saya" mungkin membuatnya meminta putus dengan saya (118).
Kemudian setelah setahun berikutnya, Manson menengok kembali hubungannya yang telah usai. Ia menyadari bahwa Manson menganggap bahwa dirinya sendiri tidak pernah menjadi kekasih yang hebat, dan bahwa seseorang tidak begitu saja berselingkuh dengan orang lain kecuali jika mereka tidak bahagia karena beberapa alasan. Pada momen ini Manson tersadar akan sesuatu bahwa jika pacar-pacar Anda bersikap egois dan tega melukai Anda, maka sejatinya Anda pun demikian, Anda hanya tidak menyadarinya.
6. Masalah = Sumber Kebahagiaan.
Untuk menjadi bahagia, kita memerlukan sesuatu untuk dipecahkan (36).
Manusia perlu masalah? tentu. Padahal masalah itu sendiri sering membuat kita sebal atau mengeluh, akan tetapi sebenci-bencinya kita terhadap masalah, nyatanya kita sering mencari-cari masalah lho untuk diselesaikan.
Kamu semua pasti pernah main game kan? Jika iya, kenapa kamu main game?
Tentu jawabannya adalah karena bosan.
Pernah kepikiran gak kenapa kamu merasa bosan?
Jawabannya adalah karena kamu sedang ga punya masalah untuk diselesaikan, maka secara naluriah kamu akan bermain game untuk memenuhi hasrat kamu akan masalah. Termasuk saya yang bisa dibilang kerajinan menulis konten di blog ini untuk memenuhi hasrat saya akan masalah.
Masalah saya akan terselesaikan ketika konten ini berhasil rilis sedangkan kamu, jika sedang bermain game. Masalah mu akan selesai ketika berhasil push rank, bunuh boss-boss bajingan dengan segala trik-trik yang kamu racik sampai semalaman, atau menjadi top killer di game online.
Nah, jika saya berhasil posting konten ini apakah saya akan merasa bahagia? tentu saja, Namun, apakah setelah ini saya akan berhenti posting? oh tentu tidak. Karena setelah ini sudah pasti saya akan mencari masalah lain untuk saya tulis. Sampai sini ngerti ya =)
Kebahagiaan datang dari keberhasilan untuk memecahkan masalah. Ingat ya kata kuncinya adalah "Memecahkan." Jika kamu berusaha menghindari masalah atau merasa seakan-akan tidak punya masalah apapun, maka hal itu hanya membuat diri kamu sengsara. Bumbu rahasianya terletak dalam kata memecahkan masalah bukan pada punya atau tidak punya masalah.
Dalam bukunya, Manson menuliskan bahwa :
Apapun masalah Anda, konsepnya sama: selesaikan masalah;lalu berbahagialah. Sayangnya, bagi banyak orang rasannya hidup tidak sesederhana itu. Itu karena mereka menghadapi masalah dengan paling tidak satu dari dua cara berikut :
a. Penyangkalan.
Beberapa orang mengingkari kenyataan bahwa mereka memiliki masalah. Dan karena mereka menyangkal kenyataan itu, mereka harus konstan menipu atau mengalihkan diri mereka dari kenyataan hidup. Ini dapat membuat mereka merasa nyaman dalam jangka pendek, namun ini justru menuntun pada hidup yang rapuh, neurotisme, dan pengekangan emosional.
b. Mentalitas korban
Beberapa orang meyakini bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah mereka, bahkan ketika faktanya mereka mampu. Para korban ini memilih untuk menyalahkan situasi di luar diri mereka. ini dapat membuat mereka lebih baik untuk sementara waktu, namun ini akan menggiring mereka yang penuh amarah, ketidakberdayaan, dan keputusasaan.
Adapun semakin besar masalah yang dapat kamu selesaikan maka makin besar pula kebahagiaan atau kepuasan yang akan kamu dapatkan. Contoh sederhanya; berhasil menamatkan bacaan novel yang sudah lama ingin kamu baca lebih terasa menyenangkan dibanding berhasil menamatkan game yang sudah lama ingin kamu mainkan sampai tamat.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan orang-orang menyangkal dan menjadikan orang lain kambing hitam atas masalah mereka hanya karena tindakan semacam itu sangat mudah dan enak dilakukan, sementara di sisi lain menyelesaikan masalah itu sulit dan kadang merasa tidak menyenangkan .
Segala bentuk tindakan menyalahkan dan menyalahkan membuat kita xepat "tinggi". Ini adalah cara untuk sementara waktu lari dari masalah kita, dan pelarian itu rupanya memberi kita jalan pintas yang membuat kita merasa nyaman.
"Tinggi" juga mengakibatkan kecanduan. Semakin kamu mengalami ketergantungan pada hal-hal yang membuat kamu merasa semakin baik, maka sudah pasti kamu akan semakin mencarinya. Dalam pemahaman ini, hampir segala hal bisa mengakibatkan kecanduan, tergantung pada motivasi yang ada di baliknya. Kita sendiri mempunyai metode yang kita pilih sendiri untuk mematikan rasa sakit dan masalah kita, asal dalam dosis normal itu tidak masalah. Namun semakin lama kita menghindar dan semakin lama kita mematikan rasa sakit, akan semakin besar rasa sakit ketika pada akhirnya kita benar-benar menghadapi permasalahan tersebut.
Singkatnya, menjadikan orang kambing hitam atas masalahmu bagaikan menelan pil ekstasi. Bisa membuatmu "tinggi" namun kamu bisa googling sendiri dampak dari pil ekstasi.
7. Bersiaplah merasa gagal selamanya, Jika.... ?
Pada tahun 1983, seorang gitaris muda bertalenta dikeluarkan dari bandnya dengan cara yang paling buruk yang pernah ada. Band tersebut baru saja menandatangani sebuah kesepakatan rekaman, dan mereka akan merekam album pertama mereka. Tapi beberapa hari sebelum rekaman dimulai, band itu menyuruh sang gitaris untuk keluar. Tanpa peringatan, tanpa pembicaraan, mereka benar-benar membangunkannya di suatu hari dan memberinya tiket bis untuk pulang.
Di dalam bis yang membawanya dari New York ke Los Angeles, ia terus bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi, kesalahan apa yang ia perbuat, dan apa yang harus ia lakukan sekarang.
Ketika bis sudah sampai di Los Angeles, gitaris ini tidak lagi mengasihani dirinya sendiri dan telah berikrar untuk membuat band baru sehingga band lamanya akan menyesali keputusan mereka selamanya. Dia berhasrat untuk menjadi lebih terkenal member band lamanya akan merasa bersalah kala member lamanya melihat sang gitaris muncul di TV, mendengar lagunya di radio, melihat posternya di jalan-jalan, dan melihat fotonya di beberapa majalah.
Sang gitaris be kerja bagai orang yang dirasuki setan musik. Dia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk merekrut musisi terbaik yang ia temukan, pemusik yang jauh lebih baik dibanding rekan band-bandnya yang terdahulu. Dia menulis puluhan lagu dan berlatih dengan tekun. Dia memanfaatkan kemarahan menjadi bahan bakar ambisinya; balas dendam menjadi motivasinya. Setahun setelah kejadian itu, rekaman mereka diluncurkan ke pasaran.
Sang gitaris itu adalah Dave Mustaine, dan band yang baru dibentuknya adalah band heavy metal legendaris, Megadeth.
Megadeth tercatat berhasil menjual lebih dari 25 juta album dan menggelar banyak tur dunia. Sekarang ini Mustaine dianggap salah satu musisi brilian dan berpengaruh dalam sejarah musik heavy metal. Namun, malangnya band yang mendepaknya adalah Metallica yang telah menjual lebih dari 180 juta album di seluruh dunia. Jika mendengar Metalicca sudah tentu kamu setuju bahwa band itu adalah band metal terbesar sepanjang masa.
Dan karena kenyataan ini, dalam sebuah wawancara pribadi yang cukup jarang pada tahun 2003, Mustaine berlinang air mata mengakui kalau dia masih saja menganggap dirinya sebagai sebuah kegagalan. Gila!
Pria yang memiliki jutaan dolar, ratusan ribu penggemar yang memujinya, karier musik yang sesuai dengan keinginannya, dan masih saja matanya sembab menyaksikan teman-teman rock lawasnya 20 tahun lalu yang lebih jauh terkenal dari pada dirinya.
Secara naluriah kita mengukur diri kita sendiri dengan berpatokan dengan orang lain dan untuk mencari status. Pertanyaannya bukan apakah kita mengevaluasi diri kita berdasarkan pencapaian orang lain; namun, pertanyaannya adalah dengan standar apa kita megukur diri kita sendiri ?
Dave Mustaine, entah sadar atau tidak telah mengukur dirinya lebih sukses dan populer dibandingkan Metalicca atau tidak. Pengalaman dikeluarkan dari mantan bandnya sangat menyakitkan sehingga dia menggunakan "sukses seperti Metallica" sebagai alat untuk mengukur diri dan karier musiknya.
Meskipun telah memanfaatkan suatu peristiwa buruk menjadi sesuatu positif seperti yang dilakukan Mustaine dengan Megadeth, pilihannya menggunakan kesuksesan Metallica sebagai alat pengukur hidupnya justru terus menyakiti dirinya hingga puluhan tahun berikutnya. Meskipun mendapatkan uang, penggemar, dan pujian, dia masih menganggap dirinya sebagai suatu kegagalan.
Sebagai perbandingan, mari kita perhatikan seorang musisi lain yang dikeluarkan dari band. Aneh, karena kisahnya hampir sama seperti Dave Mustaine meski terjadi pada 2 dekade sebelumnya.
Pada tahun 1962, ada desas-desus tentang sebuah band asal Liverpool, Inggris, yang sedang meroket. Band ini mempunyai potongan rambut yang lucu dan nama yang lebih lucu lagi, namun musik mereka tidak dapat dipungkiri sangat bagus dan pada akhirnya menarik minat industri musik. Ada John sebagai vokalis utama dan penulis lagu, Paul sebagai pemain bass yang berwajah imut, George sebagai gitaris utama dan Pete Best sebagai penabuh drum.
Kalian yang tidak mengikuti sejarah band ini sudah pasti akan terkejut ketika membaca nama Pete Best, karena band yang sedang saya bahas sekarang adalah band fenomenal sepanjang masa, The Beatles.
Pete disebutkan sebagai orang yang paling tampan diantara member lainnya dan tentu saja gadis-gadis menggilainya. Dia adalah anggota yang paling profesional juga, tidak memakai obat-obatan, tidak gonta-ganti pacar, bahkan petinggi musik berpikir bahwa Pete lebih cocok menjadi wajah dari band itu dibanding John atau Paul.
Di tahun yang sama (1962), setelah mendapatkan kontrak rekaman pertama mereka, 3 anggota Beatles lainnya diam-diam bersekongkol dan memaksa manager mereka, Brian Epstein, untuk memecat Pete. Epstein menentang keputusan itu, dia menyukai Pete, jadi ia abaikan permintaan mereka, berharap 3 orang ini akan berubah pikiran.
Beberapa bulan kemudian, hanya 3 hari sebelum rekaman pertama mereka dimulai, Epstein akhirnya memanggil Pete dan sang manager secara tidak resmi memintanya untuk keluar dari band tanpa memberikan alasan apapun atau ungkapan rasa kehilangan. Sang manager hanya berkata kepadanya bahwa anggota lain ingin dia keluar dari grup. Dan sebagai gantinya posisi Pete digantikan oleh Ringo Starr.
Enam bulan setelah insiden pemecatan itu, The Beatles meledak dan membuat wajah John, Paul, George, dan Ringo menjadi terkenal seantero planet.
Sementara itu, seperti yang dapat kita pahami. Pete jatuh ke dalam sebuah depresi yang dalam, dan menghabiskan waktunya melakukan apa yang akan diperbuat oleh kebanyakan orang Inggris jika dalam masalah; minum.
Tahun enam puluhan bukan tahun yang bersahabat untuk Pete. Di 1965, dia menuntut 2 anggota Beatles atas tuduhan pemfitnahan, dan semua proyek musiknya gagal secara mengenaskan. Di 1968, dia berusaha bunuh diri dan hanya mau berbicara dengan ibunya. Hidupnya seolah tinggal puing-puing.
Akan tetapi Pete tidak punya kisah "titik balik" layaknya Dave Mustaine. Dia tidak pernah menjadi superstar dunia atau menghasilkan jutaan dollar. Namun, di banyak hal, Pete menghabiskan hidupnya dengan cara yang lebih baik daripada Mustaine. Dalam sebuah wawancara pada tahun 1994, ia mengatakan, "Saya lebih bahagia sekarang, dibanding jika masih bertahan di Beatles"
Kok bisa?!
Pete menjelaskan kalau situasi pemecatan dirinya dari Beatles akhirnya menuntun dia untuk bertemu dengan istrinya dan dari hasil dari pernikahannya ialah menjadikannya seorang ayah. Dia mulai mengukur hidupnya secara berbeda. Ketenaran dan nama besar tentu saja akan sangat menyenangkan namun dia memutuskan bahwa apa yang dimilikinya sekarang jauh lebih berharga. yaitu sebuah keluarga yang hangat dan penuh cinta, pernikahan yang stabil dan hidup sederhana. Dia bahkan masih sempat bermain drum, berkeliling eropa, dan merekam banyak album hingga 2000-an. Yang hilang dari hidup Pete hanya perhatian besar dan sanjungan, sedangkan apa yang telah diraihnya jauh lebih berarti untuknya.
Dari kisah dua kisah pilu musisi di atas maka akan muncul kembali sebuah pertanyaan.
Dengan standar apa kita megukur diri kita sendiri ?
Dalam bukunya, Manson menuliskan bahwa :
Apapun masalah Anda, konsepnya sama: selesaikan masalah;lalu berbahagialah. Sayangnya, bagi banyak orang rasannya hidup tidak sesederhana itu. Itu karena mereka menghadapi masalah dengan paling tidak satu dari dua cara berikut :
a. Penyangkalan.
Beberapa orang mengingkari kenyataan bahwa mereka memiliki masalah. Dan karena mereka menyangkal kenyataan itu, mereka harus konstan menipu atau mengalihkan diri mereka dari kenyataan hidup. Ini dapat membuat mereka merasa nyaman dalam jangka pendek, namun ini justru menuntun pada hidup yang rapuh, neurotisme, dan pengekangan emosional.
b. Mentalitas korban
Beberapa orang meyakini bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah mereka, bahkan ketika faktanya mereka mampu. Para korban ini memilih untuk menyalahkan situasi di luar diri mereka. ini dapat membuat mereka lebih baik untuk sementara waktu, namun ini akan menggiring mereka yang penuh amarah, ketidakberdayaan, dan keputusasaan.
Adapun semakin besar masalah yang dapat kamu selesaikan maka makin besar pula kebahagiaan atau kepuasan yang akan kamu dapatkan. Contoh sederhanya; berhasil menamatkan bacaan novel yang sudah lama ingin kamu baca lebih terasa menyenangkan dibanding berhasil menamatkan game yang sudah lama ingin kamu mainkan sampai tamat.
Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan orang-orang menyangkal dan menjadikan orang lain kambing hitam atas masalah mereka hanya karena tindakan semacam itu sangat mudah dan enak dilakukan, sementara di sisi lain menyelesaikan masalah itu sulit dan kadang merasa tidak menyenangkan .
Segala bentuk tindakan menyalahkan dan menyalahkan membuat kita xepat "tinggi". Ini adalah cara untuk sementara waktu lari dari masalah kita, dan pelarian itu rupanya memberi kita jalan pintas yang membuat kita merasa nyaman.
"Tinggi" juga mengakibatkan kecanduan. Semakin kamu mengalami ketergantungan pada hal-hal yang membuat kamu merasa semakin baik, maka sudah pasti kamu akan semakin mencarinya. Dalam pemahaman ini, hampir segala hal bisa mengakibatkan kecanduan, tergantung pada motivasi yang ada di baliknya. Kita sendiri mempunyai metode yang kita pilih sendiri untuk mematikan rasa sakit dan masalah kita, asal dalam dosis normal itu tidak masalah. Namun semakin lama kita menghindar dan semakin lama kita mematikan rasa sakit, akan semakin besar rasa sakit ketika pada akhirnya kita benar-benar menghadapi permasalahan tersebut.
Singkatnya, menjadikan orang kambing hitam atas masalahmu bagaikan menelan pil ekstasi. Bisa membuatmu "tinggi" namun kamu bisa googling sendiri dampak dari pil ekstasi.
7. Bersiaplah merasa gagal selamanya, Jika.... ?
Pada tahun 1983, seorang gitaris muda bertalenta dikeluarkan dari bandnya dengan cara yang paling buruk yang pernah ada. Band tersebut baru saja menandatangani sebuah kesepakatan rekaman, dan mereka akan merekam album pertama mereka. Tapi beberapa hari sebelum rekaman dimulai, band itu menyuruh sang gitaris untuk keluar. Tanpa peringatan, tanpa pembicaraan, mereka benar-benar membangunkannya di suatu hari dan memberinya tiket bis untuk pulang.
Di dalam bis yang membawanya dari New York ke Los Angeles, ia terus bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi, kesalahan apa yang ia perbuat, dan apa yang harus ia lakukan sekarang.
Ketika bis sudah sampai di Los Angeles, gitaris ini tidak lagi mengasihani dirinya sendiri dan telah berikrar untuk membuat band baru sehingga band lamanya akan menyesali keputusan mereka selamanya. Dia berhasrat untuk menjadi lebih terkenal member band lamanya akan merasa bersalah kala member lamanya melihat sang gitaris muncul di TV, mendengar lagunya di radio, melihat posternya di jalan-jalan, dan melihat fotonya di beberapa majalah.
Sang gitaris be kerja bagai orang yang dirasuki setan musik. Dia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk merekrut musisi terbaik yang ia temukan, pemusik yang jauh lebih baik dibanding rekan band-bandnya yang terdahulu. Dia menulis puluhan lagu dan berlatih dengan tekun. Dia memanfaatkan kemarahan menjadi bahan bakar ambisinya; balas dendam menjadi motivasinya. Setahun setelah kejadian itu, rekaman mereka diluncurkan ke pasaran.
Sang gitaris itu adalah Dave Mustaine, dan band yang baru dibentuknya adalah band heavy metal legendaris, Megadeth.
Megadeth tercatat berhasil menjual lebih dari 25 juta album dan menggelar banyak tur dunia. Sekarang ini Mustaine dianggap salah satu musisi brilian dan berpengaruh dalam sejarah musik heavy metal. Namun, malangnya band yang mendepaknya adalah Metallica yang telah menjual lebih dari 180 juta album di seluruh dunia. Jika mendengar Metalicca sudah tentu kamu setuju bahwa band itu adalah band metal terbesar sepanjang masa.
Dan karena kenyataan ini, dalam sebuah wawancara pribadi yang cukup jarang pada tahun 2003, Mustaine berlinang air mata mengakui kalau dia masih saja menganggap dirinya sebagai sebuah kegagalan. Gila!
Pria yang memiliki jutaan dolar, ratusan ribu penggemar yang memujinya, karier musik yang sesuai dengan keinginannya, dan masih saja matanya sembab menyaksikan teman-teman rock lawasnya 20 tahun lalu yang lebih jauh terkenal dari pada dirinya.
Secara naluriah kita mengukur diri kita sendiri dengan berpatokan dengan orang lain dan untuk mencari status. Pertanyaannya bukan apakah kita mengevaluasi diri kita berdasarkan pencapaian orang lain; namun, pertanyaannya adalah dengan standar apa kita megukur diri kita sendiri ?
Dave Mustaine, entah sadar atau tidak telah mengukur dirinya lebih sukses dan populer dibandingkan Metalicca atau tidak. Pengalaman dikeluarkan dari mantan bandnya sangat menyakitkan sehingga dia menggunakan "sukses seperti Metallica" sebagai alat untuk mengukur diri dan karier musiknya.
Meskipun telah memanfaatkan suatu peristiwa buruk menjadi sesuatu positif seperti yang dilakukan Mustaine dengan Megadeth, pilihannya menggunakan kesuksesan Metallica sebagai alat pengukur hidupnya justru terus menyakiti dirinya hingga puluhan tahun berikutnya. Meskipun mendapatkan uang, penggemar, dan pujian, dia masih menganggap dirinya sebagai suatu kegagalan.
Sebagai perbandingan, mari kita perhatikan seorang musisi lain yang dikeluarkan dari band. Aneh, karena kisahnya hampir sama seperti Dave Mustaine meski terjadi pada 2 dekade sebelumnya.
Pada tahun 1962, ada desas-desus tentang sebuah band asal Liverpool, Inggris, yang sedang meroket. Band ini mempunyai potongan rambut yang lucu dan nama yang lebih lucu lagi, namun musik mereka tidak dapat dipungkiri sangat bagus dan pada akhirnya menarik minat industri musik. Ada John sebagai vokalis utama dan penulis lagu, Paul sebagai pemain bass yang berwajah imut, George sebagai gitaris utama dan Pete Best sebagai penabuh drum.
Kalian yang tidak mengikuti sejarah band ini sudah pasti akan terkejut ketika membaca nama Pete Best, karena band yang sedang saya bahas sekarang adalah band fenomenal sepanjang masa, The Beatles.
Pete disebutkan sebagai orang yang paling tampan diantara member lainnya dan tentu saja gadis-gadis menggilainya. Dia adalah anggota yang paling profesional juga, tidak memakai obat-obatan, tidak gonta-ganti pacar, bahkan petinggi musik berpikir bahwa Pete lebih cocok menjadi wajah dari band itu dibanding John atau Paul.
Di tahun yang sama (1962), setelah mendapatkan kontrak rekaman pertama mereka, 3 anggota Beatles lainnya diam-diam bersekongkol dan memaksa manager mereka, Brian Epstein, untuk memecat Pete. Epstein menentang keputusan itu, dia menyukai Pete, jadi ia abaikan permintaan mereka, berharap 3 orang ini akan berubah pikiran.
Beberapa bulan kemudian, hanya 3 hari sebelum rekaman pertama mereka dimulai, Epstein akhirnya memanggil Pete dan sang manager secara tidak resmi memintanya untuk keluar dari band tanpa memberikan alasan apapun atau ungkapan rasa kehilangan. Sang manager hanya berkata kepadanya bahwa anggota lain ingin dia keluar dari grup. Dan sebagai gantinya posisi Pete digantikan oleh Ringo Starr.
Enam bulan setelah insiden pemecatan itu, The Beatles meledak dan membuat wajah John, Paul, George, dan Ringo menjadi terkenal seantero planet.
Sementara itu, seperti yang dapat kita pahami. Pete jatuh ke dalam sebuah depresi yang dalam, dan menghabiskan waktunya melakukan apa yang akan diperbuat oleh kebanyakan orang Inggris jika dalam masalah; minum.
Tahun enam puluhan bukan tahun yang bersahabat untuk Pete. Di 1965, dia menuntut 2 anggota Beatles atas tuduhan pemfitnahan, dan semua proyek musiknya gagal secara mengenaskan. Di 1968, dia berusaha bunuh diri dan hanya mau berbicara dengan ibunya. Hidupnya seolah tinggal puing-puing.
Akan tetapi Pete tidak punya kisah "titik balik" layaknya Dave Mustaine. Dia tidak pernah menjadi superstar dunia atau menghasilkan jutaan dollar. Namun, di banyak hal, Pete menghabiskan hidupnya dengan cara yang lebih baik daripada Mustaine. Dalam sebuah wawancara pada tahun 1994, ia mengatakan, "Saya lebih bahagia sekarang, dibanding jika masih bertahan di Beatles"
Kok bisa?!
Pete menjelaskan kalau situasi pemecatan dirinya dari Beatles akhirnya menuntun dia untuk bertemu dengan istrinya dan dari hasil dari pernikahannya ialah menjadikannya seorang ayah. Dia mulai mengukur hidupnya secara berbeda. Ketenaran dan nama besar tentu saja akan sangat menyenangkan namun dia memutuskan bahwa apa yang dimilikinya sekarang jauh lebih berharga. yaitu sebuah keluarga yang hangat dan penuh cinta, pernikahan yang stabil dan hidup sederhana. Dia bahkan masih sempat bermain drum, berkeliling eropa, dan merekam banyak album hingga 2000-an. Yang hilang dari hidup Pete hanya perhatian besar dan sanjungan, sedangkan apa yang telah diraihnya jauh lebih berarti untuknya.
Dari kisah dua kisah pilu musisi di atas maka akan muncul kembali sebuah pertanyaan.
Dengan standar apa kita megukur diri kita sendiri ?
8. Ingin sukses ? maka rasa sakit apa yang kamu inginkan?
Jika Saya bertanya " Apa yang kamu inginkan dalam hidup ini ? " tentu kamu yang sedang membaca bagian ini akan memikirkan hal beragam yang tentunya terdengar menyenangkan. Lalu pada akhirnya saya bertanya lagi "Rasa sakit apa yang kamu inginkan untuk meraih semua itu? " Tentu kamu akan terdiam dan terbata untuk menjelaskan. Padahal rasa sakit itu adalah faktor yang sangat menentukan faktor apa yang menentukan menjadi apa hidup kita nantinya. Jangan berkecil hati, itu wajar karena saya pun begitu *smirk
Setiap orang menikmati apa yang mengenakkan. Setiap orang ingin hidup dengan riang gembira, senang, mudah, jatuh cinta dan merasakan seks dan hubungan yang luar biasa, terlihat sempurna dan berduit, populer, dihormati, dan dikagumi. Setiap orang menginginkannya. Mudah untuk menginginkannya.
Namun, untuk mencapai semua itu Rasa sakit apa yang kamu inginkan dalam hidup?
Sebagai contoh, sebagian besar orang ingin mendapatkan posisi puncak dalam suatu perusahaan dan mendapatkan gaji yang fantastis. Namun tidak banyak orang yang bersedia menderita selama 60 jam minggu kerja, perjalanan pulang pergi kantor yang melelahkan, berkas kerja yang memuakkan atau menghadapi hierarki perusahaan yang semena-mena.
Orang-orang mendambakkan fisik yang mengagumkan. Namun kamu tidak akan mencapainya kecuali kamu bersedia menerima rasa sakit dari tekanan fisik yang kamu akan dapatkan selama berjam-jam bercumbu dengan alat-alat di tempat kebugaran jam demi jam.
Atau orang-orang menginginkan pacar dan pasangan hidup. Namun kamu tidak akan mampu menarik perhatian seseorang yang kamu sukai jika tidak mau menerima goncangan emosional yang disertai penolakan. Maka jangan mengeluh jika kamu hanya menatap layar kosong yang tidak pernah "berdering". Dalam permainan cinta, kamu tidak akan pernah memainkannya jika tidak ikut bermain.
Baik kesuksesan dan kebahagiaan membutuhkan perjuangan. Keduanya tumbuh dari masalah dan masalah itu akan mencul sesuai dengan medan juang yang kita pilih sendiri. Apa yang menentukan kesuksesan dan kebahagiaan bukanlah "Apa yang kamu ingin nikmati?" namun pertanyaan yang paling relevan adalah "Rasa sakit apa yang ingin kamu tahan?" jalan setapak menuju kesana adalah jalan yang penuh dengan tangisan dan rasa malu.
Manusia harus menentukan pilihan sebab tidak mungkin kita dapat memiliki hidup yang bebas dari rasa sakit. Hidup tidak bisa selalu mekar seperti mawar dan fantastis seperti unicorn. Pertanyaan tentang kenikmatan tergolong mudah karena hampir semua orang punya jawaban serupa.
Maka, Derita apa yang ingin kamu hadapi ?
Pertanyaan sulit yang perlu disadari, pertanyaan yang sebenarnya akan mengantarkan kita ke suatu tempat. Pertanyaan yang juga mengubah sudut pandang sebuah kehidupan. Penderitaan inilah yang membentuk saya dan kalian, yang menentukan pribadi kita dan juga yang membedakan kita.
Ini bukan tentang kekuatan kehendak dan omong kosong tentang keuletan. Ini juga bukan contoh nyata dari ungkapan "No pain no gain." Ini adalah komponen hidup kita yang paling sederhana dan mendasar; perjuangan kita menentukan kesuksesan kita. Permasalahan-permasalahn kita melahirkan kebahagiaan kita, seiring dengan permasalahan-permasalahan yang jika naik levelnya maka akan menjadikan kita semakin baik.
9. Paradoks kesuksesan dan kegagalan
Dalam bukunya, Manson menyebut bahwa dirinya adalah orang yang beruntung karena masuk ke dalam dunia kerja orang dewasa sebagai orang yang gagal. Ia benar-benar memulai dari nol. Manson mengemukakan bahwa pada dasarnya ketakutan seseorang adalah ketika memulai bisnis baru atau mengubah karier atau keluar dari pekerjaan yang buruk, dan ia sudah mengalami semuanya di depan mata kepalanya.
Setiap orang menikmati apa yang mengenakkan. Setiap orang ingin hidup dengan riang gembira, senang, mudah, jatuh cinta dan merasakan seks dan hubungan yang luar biasa, terlihat sempurna dan berduit, populer, dihormati, dan dikagumi. Setiap orang menginginkannya. Mudah untuk menginginkannya.
Namun, untuk mencapai semua itu Rasa sakit apa yang kamu inginkan dalam hidup?
Sebagai contoh, sebagian besar orang ingin mendapatkan posisi puncak dalam suatu perusahaan dan mendapatkan gaji yang fantastis. Namun tidak banyak orang yang bersedia menderita selama 60 jam minggu kerja, perjalanan pulang pergi kantor yang melelahkan, berkas kerja yang memuakkan atau menghadapi hierarki perusahaan yang semena-mena.
Orang-orang mendambakkan fisik yang mengagumkan. Namun kamu tidak akan mencapainya kecuali kamu bersedia menerima rasa sakit dari tekanan fisik yang kamu akan dapatkan selama berjam-jam bercumbu dengan alat-alat di tempat kebugaran jam demi jam.
Atau orang-orang menginginkan pacar dan pasangan hidup. Namun kamu tidak akan mampu menarik perhatian seseorang yang kamu sukai jika tidak mau menerima goncangan emosional yang disertai penolakan. Maka jangan mengeluh jika kamu hanya menatap layar kosong yang tidak pernah "berdering". Dalam permainan cinta, kamu tidak akan pernah memainkannya jika tidak ikut bermain.
Baik kesuksesan dan kebahagiaan membutuhkan perjuangan. Keduanya tumbuh dari masalah dan masalah itu akan mencul sesuai dengan medan juang yang kita pilih sendiri. Apa yang menentukan kesuksesan dan kebahagiaan bukanlah "Apa yang kamu ingin nikmati?" namun pertanyaan yang paling relevan adalah "Rasa sakit apa yang ingin kamu tahan?" jalan setapak menuju kesana adalah jalan yang penuh dengan tangisan dan rasa malu.
Manusia harus menentukan pilihan sebab tidak mungkin kita dapat memiliki hidup yang bebas dari rasa sakit. Hidup tidak bisa selalu mekar seperti mawar dan fantastis seperti unicorn. Pertanyaan tentang kenikmatan tergolong mudah karena hampir semua orang punya jawaban serupa.
Maka, Derita apa yang ingin kamu hadapi ?
Pertanyaan sulit yang perlu disadari, pertanyaan yang sebenarnya akan mengantarkan kita ke suatu tempat. Pertanyaan yang juga mengubah sudut pandang sebuah kehidupan. Penderitaan inilah yang membentuk saya dan kalian, yang menentukan pribadi kita dan juga yang membedakan kita.
Ini bukan tentang kekuatan kehendak dan omong kosong tentang keuletan. Ini juga bukan contoh nyata dari ungkapan "No pain no gain." Ini adalah komponen hidup kita yang paling sederhana dan mendasar; perjuangan kita menentukan kesuksesan kita. Permasalahan-permasalahn kita melahirkan kebahagiaan kita, seiring dengan permasalahan-permasalahan yang jika naik levelnya maka akan menjadikan kita semakin baik.
9. Paradoks kesuksesan dan kegagalan
Dalam bukunya, Manson menyebut bahwa dirinya adalah orang yang beruntung karena masuk ke dalam dunia kerja orang dewasa sebagai orang yang gagal. Ia benar-benar memulai dari nol. Manson mengemukakan bahwa pada dasarnya ketakutan seseorang adalah ketika memulai bisnis baru atau mengubah karier atau keluar dari pekerjaan yang buruk, dan ia sudah mengalami semuanya di depan mata kepalanya.
Sebelum pembahasan berlanjut lebih jauh saya akan menuliskan cerita mengenai Pablo Picasso. Ketika Picasso menginjak usia lanjut, ia sedang duduk-duduk di sebuah kafe di Spanyol, sambil mncoret-coret tisu bekas. Perlu kamu ketahui bahwa Picasso adalah orang yang cuek dengan segala hal.
Lalu seorang wanita yang berada di dekatnya memandangnya dengan kagum. Tidak lama kemudian , Picasso menghabiskan kopinya dan meremas tisu tersebut untuk membuangnya saat akan meninggalkan tempat itu.
Wanita tadi menghentikannya. "Tunggu," katanya. "Bolehkah saya meminta tisu yang barusan Anda gambar? Saya akan bayar."
Tentu, "Jawab Picasso, "Dua pulu ribu dolar."
Wanita itu kaget, kepalanya tersentak ke belakang seakan-akan terkena lemparan batu bata. "Apa? Anda hanya butuh waktu dua menit untuk menggambar itu."
"Tidak, Nyonya," balas Picasso. "Saya perlu lebih dari 60 tahun menggambar ini." Dia memasukkan tisu tersebut ke dalam kantungnya dan pergi meninggalkan kafe.
Perlu diketahui bahwa perbaikan kecil dalam segala bidang, dilatarbelakangi oleh ribuan kesalahan kecil dan besarnya kesuksesan berdasar pada beberapa kali kita gagal dalam melakukan sesuatu. Jika seseorang lebih baik daripada kamu, sepertinya itu karena dia telah mengalami lebih banyak kegagalan dibanding kamu. Adapun jika seseorang lebih buruk daripada kamu, sepertinya itu karena dia belum mengalami semua pengalaman belajar yang menyakitkan seperti yang sudah kamu sendiri rasakan.
Pada titik tertentu, sebagian besar dari kita berhasil meraih suatu posisi yang mengondisikan kita untuk takut gagal, untuk menghindari kegagalan secara naluriah, dan hanya terpaku pada apa yang ada di depan kita atau hanya pada bidang yang kita kuasai. Padahal hal ini jelas membatasi dan menghambat kita. Kita hanya bisa benar-benar sukses kalau kita ada suatu bidang yang memungkinkan kita untuk rela gagal. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kitapun tidak bersedia untuk sukses.
Menghindari kegagalan adalah sesuatu yang kita pelajari nantinya dalam kehidupan kita. Saya yakin itu banyak disumbang oleh sistem pendidikan kita, yang menilai dengan ketat berdasarkan kinerja dan menghukum mereka yang tidak menunjukan performa baik. Sumbangan lain datang dari orang tua yang gemar memaksa dan doyan mengkritik, yang tidak membiarkan anak mereka mengalami kegagalan yang cukup banyak dan malah menghukum mereka apabila melakukan sesuatu yang baru. belum lagi peran media masa yang semuanya secara konstan mengekspos kita dengan kesuksesan demi kesuksesan atau kemahsyuran, namun tidak menampilkan ribuan jam praktik yang monoton dan membosankan yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan tersebut.
Ketakutan untuk gagal, kebanyakan datang dari salah pilih nilai-nilai yang buruk. Contohnya, jika saya mengukur diri saya dengan standar "Membuat siapapun yang saya temui menyukai saya," saya akan menjadi cemas, karena kegagalan 100 persen ditentukan oleh tindakan orang lain, bukan tindakan saya sendiri. Saya tidak memiliki kendali; karena penghargaan diri saya ada pada rasa belas kasih penilaian orang lain.
Lain halnya, jika saya ingin mengadopsi ukuran, "Memperbaiki kehidupan sosial saya," saya dapat menghidupi nilai saya yaitu "menjalin hubungan baik dengan orang lain" entah apapun tanggapan orang lain terhadap saya. penilaian diri saya berdasar pada perilaku dan kebahagiaan saya sendiri.
Ngomong-ngomong, Picasso tetap produktif sepanjang hidupnya. Dia hidup bahagia hingga usia 90-an dan terus menghasilkan karya seni sampai tahun-tahun terakhirnya. Andai saja ukuran yang dipakainya "Menjadi terkenal" atau "Menghasilkan banyak uang dalam dunia seni" atau "membuat seribu lukisan," dia akan mengalami kemandekan dalam hidupnya. Dia akan dikuasai oleh kecemasan atau keragu-raguan. sepertinya dia tidak akan memperbaiki dan melakukan inovasi atas karyanya yang dilakukan dekade demi dekade.
Alasan dari kesuksesan Picasso sama persis dengan alasan mengapa, sebagai lansia, dia bahagia mencoret-coret tisu sendirian di kafe. Nilai paling mendasar yang dihidupinya adalah menjadi sederhana dan rendah hati. Dan itu tidak ada ujungnya. Ini adalah nilai yang dimaksud dengan "ungkapan yang jujur." Dan inilah yang membuat kertas tisu tersebut sangat bernilai.
Manson dalam bukunya turut menuturkan bahwa jika seseorang gagal dalam melakukan sesuatu; itu bukan berarti orang itu benar-benar gagal, orang itu hanya sedang melakukan sebuah usaha untuk memperkecil kesalahannya, dan akan semakin mengecil selama ia terus mencoba. Mirip seperti Edison dengan lampu pertamanya.
10. Pentingnya sebuah batasan
Perlu kamu ketahui bahwa pada pertengahan abad 19 cinta dilihat sebagai sesuatu yang tidak penting dan berpotensi memberikan hambatan psikologis yang membahayakan perkara-perkara yang penting dalam kehidupan. Maka jangan heran pada abad itu tidak ada istilah bucin. Hehe.
Pada masa itu orang muda sering dipaksa untuk menghilangkan hasrat romantis mereka dan memaksa mereka untuk menikahi orang yang secara ekonomi menguntungkan, sehingga akan memberikan kestabilan ekonomi baik untuk mereka sendiri dan keluarganya. Itulah kenapa orang-orang kita dulu banyak yang perkawinannya terjadi karena sebuah perjodohan walaupun hal itu masih banyak terjadi pada abad ini. Beruntung saya pernah mengalaminya dan bersyukur karena tahu seperti apa sensasinya. Sad.
Beda dulu beda sekarang. Pada abad ini kita cenderung tertarik pada cinta gila semacam Romeo dan Juliet. Jika cinta romantis ibarat kokain, budaya kita akan meniru adegan heroik nan konyol Tony Montana dalam scarface, sambil membenamkan wajah ke tumpukan kokain yang menggunung itu, ia memberondongkan peluru sambil berkata, "Katakan 'hello' pada teman kecil saya!"
Masalahnya adalah kita tahu bahwa cinta romantis memang mirip kokain. Menakutkan seperti kokain. Merangsang bagian otak yang sama seperti kokain. Memberikan kenikmatan dan membuat merasa senang sementara, tetapi juga meninggalkan masalah untuk diselesaikan.
Sebagian besar elemen cinta romantis yang kita kejar dan tampilan kemesraan yang dramatis sekaligus emosional, penuh momen naik turun bahkan jungkir balik bukanlah tampilan cinta yang sehat dan asli. Kenyatannya, cinta tersebut hanyalah bentuk lain dari keegoisan yang sedang disandiwarakan dalam hubungan antar manusia.
Kenyataannya, ada bentuk cinta yang sehat dan tidak sehat. Cinta yang tidak sehat berdasar pada 2 orang yang berusaha lari dari masalah melalui emosi yang saling mereka berikan, dengan kata lain mereka menggunakan pasangannya sebagai sebuah jalan keluar. Sedangkan cinta yang sehat berdasar pada 2 orang yang mengakui dan menghadapi masalah mereka sendiri dengan dukungan pasangannya.
Perbedaan antara sebuah hubungan yang sehat dan tidak sehat mengerucut pada dua hal : Pertama seberapa baik setiap orang dalam hubungan tersebut menerima tanggung jawab, Kedua kesediaan dari setiap orang untuk menolak maupun ditolak pasangannya.
Di setiap hubungan yang tidak sehat atau beracun, akan muncul tanggung jawab yang buruk dan keropos di kedua belah pihak dan akan ada suatu ketidakmampuan untuk mengutarakan atau menerima penolakan. Lain halnya dengan suatu hubungan yang sehat (saling mencintai) di mana akan muncul batasan yang jelas antara dua orang tersebut dan di situ akan ada satu tempat terbuka untuk memberi dan menerima penolakan ketika dibutuhkan.
Yang dimaksud oleh Manson mengenai "batasan" adalah pengaturan yang tegas tentang tanggung jawab 2 orang tersebut atas masalah mereka masing-masing. Singkatnya kamu tidak bisa menuntut pasangan atau orang lain atas masalah atau emosi yang kamu alami dan disebabkan oleh kamu sendiri.
Contoh nyata yang sering terjadi pada lingkungan kita adalah seringkali seseorang menyalahkan pasangannya atas rasa kesepian yang mereka alami sendiri. Saya pun pernah mengalaminya dan sukses membuat pasangan saya pusing bukan main karena harus bertanggung jawab atas emosi yang saya alami sendiri. Dulu, sebelum saya sadar betapa buruknya saya menjadi pasangan untuk mantan pacar saya waktu itu.
Secara umum, orang-orang yang merasa dirinya harus diistimewakan, jatuh ke salah satu jebakan dalam hubungan mereka. Entah orang lain mengambil tanggung jawab atas masalah mereka.
Orang-orang yang merasa dirinya harus diistimewakan itu, mengadopsi strategi macam ini dalam hubungan mereka dan juga diterapkan dalam setiap saat, untuk mennghindari tanggung jawab atas masalah mereka sendiri. Akibatnya, hubungan mereka menjadi rapuh dan palsu, sebab itulah yang akan mereka dapatkan jika terus memilih menghindari rasa sakit dalam diri mereka, ketimbang memberikan apresiasi dan penghormatan yang asli terhadap pasangan mereka. Ini tidak berlaku untuk hubungan yang romantis, omong-omong, tapi juga untuk hubungan dan persahabatan.
Ketika tanggung jawab atas emosi-emosi dan tindakan-tindakan kita diatur dalam sebuah area gelap, di mana area tersebut tidak jelas siapa bertanggung jawab untuk apam siapa yang berbuat kesalahan apa, mengapa kamu melakukan apa yang kamu lakukan maka kalian (termasuk saya) tidak akan pernah mengembangkan nilai yang kuat untuk diri kalian sendiri. Maka, akhirnya kita akan dihadapkan oleh dua buah pilihan; membuat pasanganmu bahagia atau membuat pasanganmu membahagiakan kamu.
Orang-orang tidak bisa menyelesaikan masalah Anda. Dan sebaiknya mereka tidak mencobanyam karena ini tidak akan membuat Anda bahagia. Anda tidak bisa menyelesaikan masalah orang lain, karena itu juga tidak membuat mereka bahagia (206).
Tanda dari sebuah hubungan yang tidak sehat adalah dua orang yang mencoba memecahkan masalah orang lain agar diri mereka sendiri merasa lebih baik. Sebaliknya, suatu hubungan dikatakan sehat ketika dua orang memecahkan masalah mereka sendiri agar keduanya merasa lebih baik.
Perancangan batasan yang jelas ini tidak berarti bahwa kamu tidak bisa menolong atau mendukung pasangan atau dibantu dan didukung olehnya.
Analogi sederhananya seperti halnya jika rekanmu meminta tolong kepadamu untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya dan jika kamu meng-iyakan permintaannya maka sudah selayaknya rekanmu memberi tahu bagian mana saja yang perlu kamu selesaikan dan minimal membuatkan kamu kopi sebagai bentuk dukungan kepadamu bukannya berleha-leha dan membiarkanmu melahap semua pekerjannya. Hal ini berlaku juga sebaliknya apabila suatu saat kamu membutuhkan pertolongan orang lain.
Apa yang dapat kamu lihat dari analogi yang saya jabarkan di atas?
Ya.
Keduanya harus saling mendukung. Begitulah seharusnya yang terjadi dalam dunia percintaan dan interaksi kita sehari-hari.
Dalam interaksi sosial kamu juga perlu mawas diri terhadap orang-orang yang istimewa terutama di dalam dunia percintaan. Kenapa ? itu karena orang-orang sok istimewa gemar menyalahkan orang lain atas emosi dan tindakan mereka sendiri, karena mereka yakin bahwa jika dengan secara konstan menampilkan diri mereka sebagai korban, dan pada akhirnya seseorang akan datang dan menyelamatkan mereka, dan mereka akan menerima cinta yang selalu mereka dambakan. Orang-orang seperti ini sudah pasti adalah tipikal drama queen atau drama king.
Namun, hal unik yang terdapat dari orang-orang istimewa ini adalah mereka gemar menyediakan diri secara suka rela untuk disalahkan atas emosi dan tindakan orang lain, karena mereka percaya bahwa jika mereka "memperbaiki" pasangan mereka dan menyelamatkannya, mereka akan menerima cinta dan apresiasi yang selama ini mereka dambakan.
Padahal.
Kenyataannya adalah kebanyakan manusia rentan untuk tidak mengembalikan segala perlakuan manis yang pernah mereka dapatkan. Dan bisa dikatakan oleh sebab itulah sudah beberapa tahun belakangan ini saya tidak pernah mengharapkan perlakuan manis apapun terhadap orang lain yang sudah saya bantu atau masa bodo. Namun bukan berarti jika ada seseorang yang berhutang uang kepada saya maka saya tidak akan menagihnya, saya akan tetap menagih dan ketika sudah lunas saya tidak pernah berharap orang yang pernah berhutang kepada saya akan menjadi penolong saya ketika saya mengalami masalah finansial nantinya. Itulah kenapa apabila saya berlaku baik kepada orang maka saya sendiri akan melupakannya, akan tetapi bukan berarti jika orang lain berlaku baik kepada saya maka saya akan melupakannya. Tentu tidak, karena justru orang seperti itulah yang perlu saya jaga untuk tetap berada di dalam lingkaran sosial saya.
Dan percayalah.
Memiliki mindset seperti itu jauh lebih menyenangkan dibanding ketika saya masih memiliki mindset lugu bahwa semua orang yang sudah kamu perlakukan dengan manis akan memperlakukan kamu dengan manis juga nantinya.
Manson menambahkan bahwa orang-orang dengan batasan yang kuat paham bahwa tidak wajar untuk mengharapkan 2 orang saling mengakomodasi 100 persen dan memenuhi setiap kebutuhan yang dimiliki pasangannya. Orang dengan batasan yang kuat mengerti bahwa mereka mungkin kadang bisa melukai perasaan seseorang, namun pada akhirnya mereka tidak bisa mengatur bagaimana orang lain merasakan sesuatu. Orang-orang dengan batasan yang kuat paham bahwa sebuah hubungan yang sehat bukan tentang saling mengendalikan emosi, tetapi lebih pada saling mendukung dalam pertumbuhan individual masing-masing dan memecahkan masalah mereka sendiri.
Ini bukan tentang peduli tentang apapun yang dipedulikan pasanganmu; ini tentang memedulikan pasanganmu tanpa peduli apa yang diberikannya. Itulah cinta yang tanpa syarat, sayang.
11. Bagaimana membangun kepercayaan (Yang Sudah Rusak)
Manson dapat dikatakan adalah salah satu pria beruntung karena menikahi wanita yang setuju, dan bersedia menerima pikiran-pikiran saya tanpa disensor. Istrinya berani menghardik omong kosong-nya dan tentu saja itu adalah perlakuan paling penting yang ditawarkan kepadanya sebagai seorang pasangan. Manson mengakui bahwa egonya kadang naik, membuatnya menggerutu, mengeluh, dan membuatnya beradu argumentasi. Namun beberapa jam kemudian Manson mengakui bahwa istrinya lah yang benar. Dan demi Tuhan, Manson mengakui bahwa oleh perlakuan istrinya itulah ia menjadi orang yang lebih baik, bahkan meskipun ia membenci mendengarnya saat itu.
Ia (Manson) berpendapat bahwa ketika prioritas tertinggi kita adalah untuk membuat diri kita merasa senang, atau selalu membuat pasangan kita merasa senang, tidak akan ada seorangpun yang berakhir dengan perasaan senang. Dan hubungan kita akan pecah berkeping-keping tanpa kita sadari.
Tanpa konflik, tidak akan ada kepercayaan. Konflik muncul untuk menunjukkan kepada siapa kita tanpa syarat dan siapa yang hanya ada untuk mendapatkan keuntungan. Tidak seorangpun yang mempercayai seorang yang selalu berkata "ya."
Rasa sakit dalam hubungan kita penting untuk memperkuat kepercayaan kita satu sama lain dan menghasilkan keintiman yang lebih besar. Saya pribadi mengaminkan hal itu, sebab usai bertengkar biasanya hubungan saya dan pacar saya justru akan kembali hangat. Dan memang begitulah adanya.
Jika suatu hubungan diibaratkan sebagai kendaraan, maka konflik itu sendiri dapat dianalogikan sebagai bahan bakar. Kendaraan akan tetap berjalan selama si pengemudi menuangkan cairan bahan bakar di tangki yang tepat dengan takaran yang cukup. Namun jika si pengemudi menuangkan bahan bakar itu tidak pada tangki yang seharusnya atau menuangkannya sampai kelebihan takaran, kalau si pengemudi itu beruntung maka kendaraan itu akan terbakar. Pernah lihat berita kendaraan yang terbakar karena kelebihan isi bahan bakar kan?
Agar hubungan menjadi sehat, kedua belah pihak harus bersedia dan mampu untuk mengatakan maupun mendengar kata tidak. Tanpa adanaya negasi tersebut, tanpa adanya penolakan, tembok pembatas akan runtuh sehingga masalah dan nilai seseorang akan mendominasi nantinya. Konflik bukan saja normal, namun; sangat penting untuk memelihara suatu hubungan yang sehat. Jika dua orang yang dekat tidak mampu mengeluarkan unek-unek, perbedaanm secara terbuka dan vokal, maka hubungan tersebut berdasar pada manipulasi dan perlahan akan menjadi racun.
Kepercayaan adalah bahasa baku paling penting dalam segala jenis hubungan. Alasannya sederhana, tanpa kepercayaan, suatu hubungan sesungguhnya tidak berarti apapun. Tanpa kepercayaan, hubungan tidak dapat lagi berfungsi. Jadi pilihannya tinggal membangun kembali kepercayaan atau mengucapkan selamat tinggal.
Jika pasanganmu tertangkap basah selingkuh, sudah pasti ia akan mengejarmu ketika kamu berpaling, menarik tanganmu, lalu meminta maaf dan mengucapkan mantra "hal itu tidak akan terjadi lagi", "aku khilaf" atau mantra-mantra lainnya yang lebih inovatif. Sebagian orang akan langsung menyudahi hubungan mereka di tempat, ah mungkin tidak sampai sebagian karena nyatanya lebih banyak yang memilih untuk tetap pergi dan menenangkan dirinya sementara dan memaafkan pasangan brengseknya dengan harapan hal itu tidak terjadi lagi. Kebanyakan dari kita adalah terlalu fokus untuk mempertahankan hubungan yang sudah cacat seperti itu sehingga kita gagal menyadari bahwa ini menjadi lubang hitam yang menelan harga diri mereka.
Nah sekarang muncul sebuah pertanyaan.
Bagaimana membangun kepercayaan yang sudah terlanjur rusak ?
Jawabannya adalah Rekam Jejak.
Jika seseorang mengkhianati kepercayaanmu, maka janji-janjinya akan terdengar manis; namun kamu sangat perlu untuk mengikuti perubahan perilakunya dalam rekam jejak yang konsisten. Hanya dengan itu kamu dapat memulai kepercayaan bahwa nilai-nilai dari pasangan mu yang selingkuh sekarang mulai selaras dan orang itu akan berubah.
Berarti saya harus jadi stalker dong ?
Yeee ga sampe jadi stalker juga Bambank!
Kalem aja. Keep it cool. Siapa tau kamu menemukan yang lebih wah. Hehe.
Sayangnya, untuk bisa membangun suatu rekam jejak kepercayaan diperlukan waktu yang tentu lebih lama dibandingkan merusak kepercayaan tersebut. Ketika kepercayaan dihancurkan, hal ini dapat dibangun kembali hanya jika terjadi dua hal berikut; Pertama, penghancur kepercayaan mengakui bahwa terdapat nilai/perilaku yang mengakibatkan hancurnya suatu kepercayaan dan itu adalah perilaku yang mereka miliki. Kedua, penghancur kepercayaan membangun sebuah rekam jejak yang solid dari perilaku yang semakin baik dari waktu ke waktu. Perlu diingat bahwa jika melewatkan langkah pertama maka tidak akan ada upaya untuk perdamaian juga.
Kepercayaan seumpama piring atau terakota Cina. Siapapun yang sudah sekali merusaknya mungkin kamu dapat menyatukan pecahan-pecahannya kembali. Tetapi begitu kamu merusaknya untuk yang kedua kali, maka kepingannya akan semakin banyak dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyatukannya kembali. Jika kamu memecahkannya lagi dan lagi , pada akhirnya barang itu akan remuk hingga tidak mungkin dikembalikan lagi seperti sedia kala. Ada terlalu banyak kepingan yang tidak utuh, dan terlalu banyak serpihan.
Jadi, ngomong-ngomong tentang apa inti tulisan (buku) ini ?
Percaaya atau tidak sekarang ini kita menghadapi suatu wadah psikologis yang di mana orang-orang tidak menerima dengan tenang bahwa terkadang ada hal yang tidak menyenangkan dalam hidup ini. Karena saat kita percaya bahwa mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan itu sangat memalukan, dan secara tidak sadar kita mulai menyalahkan diri sendiri.
Kepercayaan bahwa tidak sempurna itu memalukan adalah sumber tumbuhnya lingkaran setan yang akan "mengambil alih" tubuh kita. Tulisan serta seluruh ide dalam buku ini (jika kamu berhasil baca versi penuh bukunya) tidak berbicara bagaimana cara meringankan masalah atau rasa sakit Anda.
Sebaliknya, tulisan ini akan mengubah rasa sakit menjadi sebuah peranti, mengubah trauma menjadi kekuatan, dan masalah yang sedang kita hadapi atau kita akan hadapi kedepannya menjadi masalah yang lebih baik. Atau dapat juga menjadi sebuah panduan saat mengalami penderitaan dan bagaimana cara untuk mengambil tindakan yang lebih baik, lebih bermakna, penuh dengan kasih sayang, dan kerendahan hati.
Tulisan ini juga tidak mengajari bagaimana cara mendapatkan atau mencapai sesuatu, namun lebih pada bagaimana cara berlapang dada dan membiarkan sesuatu pergi sehingga kita dapat menyortir hal-hal yang paling penting saja.
P.S
Jangan coba-coba untuk pinjam bukunya ke saya ya. Karena saya juga minjam ke teman. Hehe.
Ngomong-ngomong terima kasih untuk yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca postingan saya dan special thank untuk Mas Eka yang sudah berbaik hati mau meminjamkan bukunya.
Sumber :
Manson, Mark. 2018. Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Jakarta : Grasindo
Lalu seorang wanita yang berada di dekatnya memandangnya dengan kagum. Tidak lama kemudian , Picasso menghabiskan kopinya dan meremas tisu tersebut untuk membuangnya saat akan meninggalkan tempat itu.
Wanita tadi menghentikannya. "Tunggu," katanya. "Bolehkah saya meminta tisu yang barusan Anda gambar? Saya akan bayar."
Tentu, "Jawab Picasso, "Dua pulu ribu dolar."
Wanita itu kaget, kepalanya tersentak ke belakang seakan-akan terkena lemparan batu bata. "Apa? Anda hanya butuh waktu dua menit untuk menggambar itu."
"Tidak, Nyonya," balas Picasso. "Saya perlu lebih dari 60 tahun menggambar ini." Dia memasukkan tisu tersebut ke dalam kantungnya dan pergi meninggalkan kafe.
Perlu diketahui bahwa perbaikan kecil dalam segala bidang, dilatarbelakangi oleh ribuan kesalahan kecil dan besarnya kesuksesan berdasar pada beberapa kali kita gagal dalam melakukan sesuatu. Jika seseorang lebih baik daripada kamu, sepertinya itu karena dia telah mengalami lebih banyak kegagalan dibanding kamu. Adapun jika seseorang lebih buruk daripada kamu, sepertinya itu karena dia belum mengalami semua pengalaman belajar yang menyakitkan seperti yang sudah kamu sendiri rasakan.
Pada titik tertentu, sebagian besar dari kita berhasil meraih suatu posisi yang mengondisikan kita untuk takut gagal, untuk menghindari kegagalan secara naluriah, dan hanya terpaku pada apa yang ada di depan kita atau hanya pada bidang yang kita kuasai. Padahal hal ini jelas membatasi dan menghambat kita. Kita hanya bisa benar-benar sukses kalau kita ada suatu bidang yang memungkinkan kita untuk rela gagal. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kitapun tidak bersedia untuk sukses.
Menghindari kegagalan adalah sesuatu yang kita pelajari nantinya dalam kehidupan kita. Saya yakin itu banyak disumbang oleh sistem pendidikan kita, yang menilai dengan ketat berdasarkan kinerja dan menghukum mereka yang tidak menunjukan performa baik. Sumbangan lain datang dari orang tua yang gemar memaksa dan doyan mengkritik, yang tidak membiarkan anak mereka mengalami kegagalan yang cukup banyak dan malah menghukum mereka apabila melakukan sesuatu yang baru. belum lagi peran media masa yang semuanya secara konstan mengekspos kita dengan kesuksesan demi kesuksesan atau kemahsyuran, namun tidak menampilkan ribuan jam praktik yang monoton dan membosankan yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan tersebut.
Ketakutan untuk gagal, kebanyakan datang dari salah pilih nilai-nilai yang buruk. Contohnya, jika saya mengukur diri saya dengan standar "Membuat siapapun yang saya temui menyukai saya," saya akan menjadi cemas, karena kegagalan 100 persen ditentukan oleh tindakan orang lain, bukan tindakan saya sendiri. Saya tidak memiliki kendali; karena penghargaan diri saya ada pada rasa belas kasih penilaian orang lain.
Lain halnya, jika saya ingin mengadopsi ukuran, "Memperbaiki kehidupan sosial saya," saya dapat menghidupi nilai saya yaitu "menjalin hubungan baik dengan orang lain" entah apapun tanggapan orang lain terhadap saya. penilaian diri saya berdasar pada perilaku dan kebahagiaan saya sendiri.
Ngomong-ngomong, Picasso tetap produktif sepanjang hidupnya. Dia hidup bahagia hingga usia 90-an dan terus menghasilkan karya seni sampai tahun-tahun terakhirnya. Andai saja ukuran yang dipakainya "Menjadi terkenal" atau "Menghasilkan banyak uang dalam dunia seni" atau "membuat seribu lukisan," dia akan mengalami kemandekan dalam hidupnya. Dia akan dikuasai oleh kecemasan atau keragu-raguan. sepertinya dia tidak akan memperbaiki dan melakukan inovasi atas karyanya yang dilakukan dekade demi dekade.
Alasan dari kesuksesan Picasso sama persis dengan alasan mengapa, sebagai lansia, dia bahagia mencoret-coret tisu sendirian di kafe. Nilai paling mendasar yang dihidupinya adalah menjadi sederhana dan rendah hati. Dan itu tidak ada ujungnya. Ini adalah nilai yang dimaksud dengan "ungkapan yang jujur." Dan inilah yang membuat kertas tisu tersebut sangat bernilai.
Manson dalam bukunya turut menuturkan bahwa jika seseorang gagal dalam melakukan sesuatu; itu bukan berarti orang itu benar-benar gagal, orang itu hanya sedang melakukan sebuah usaha untuk memperkecil kesalahannya, dan akan semakin mengecil selama ia terus mencoba. Mirip seperti Edison dengan lampu pertamanya.
10. Pentingnya sebuah batasan
Ada dugaan kuat, dari para sarjana, bahwa Shakespeare menulis Romeo dan Juliet bukan untuk merayakan roman, tapi lebih untuk menyatirkannya, untuk menunjukkan betapa bodohnya itu (201).
Perlu kamu ketahui bahwa pada pertengahan abad 19 cinta dilihat sebagai sesuatu yang tidak penting dan berpotensi memberikan hambatan psikologis yang membahayakan perkara-perkara yang penting dalam kehidupan. Maka jangan heran pada abad itu tidak ada istilah bucin. Hehe.
Pada masa itu orang muda sering dipaksa untuk menghilangkan hasrat romantis mereka dan memaksa mereka untuk menikahi orang yang secara ekonomi menguntungkan, sehingga akan memberikan kestabilan ekonomi baik untuk mereka sendiri dan keluarganya. Itulah kenapa orang-orang kita dulu banyak yang perkawinannya terjadi karena sebuah perjodohan walaupun hal itu masih banyak terjadi pada abad ini. Beruntung saya pernah mengalaminya dan bersyukur karena tahu seperti apa sensasinya. Sad.
Beda dulu beda sekarang. Pada abad ini kita cenderung tertarik pada cinta gila semacam Romeo dan Juliet. Jika cinta romantis ibarat kokain, budaya kita akan meniru adegan heroik nan konyol Tony Montana dalam scarface, sambil membenamkan wajah ke tumpukan kokain yang menggunung itu, ia memberondongkan peluru sambil berkata, "Katakan 'hello' pada teman kecil saya!"
Masalahnya adalah kita tahu bahwa cinta romantis memang mirip kokain. Menakutkan seperti kokain. Merangsang bagian otak yang sama seperti kokain. Memberikan kenikmatan dan membuat merasa senang sementara, tetapi juga meninggalkan masalah untuk diselesaikan.
Sebagian besar elemen cinta romantis yang kita kejar dan tampilan kemesraan yang dramatis sekaligus emosional, penuh momen naik turun bahkan jungkir balik bukanlah tampilan cinta yang sehat dan asli. Kenyatannya, cinta tersebut hanyalah bentuk lain dari keegoisan yang sedang disandiwarakan dalam hubungan antar manusia.
Kenyataannya, ada bentuk cinta yang sehat dan tidak sehat. Cinta yang tidak sehat berdasar pada 2 orang yang berusaha lari dari masalah melalui emosi yang saling mereka berikan, dengan kata lain mereka menggunakan pasangannya sebagai sebuah jalan keluar. Sedangkan cinta yang sehat berdasar pada 2 orang yang mengakui dan menghadapi masalah mereka sendiri dengan dukungan pasangannya.
Perbedaan antara sebuah hubungan yang sehat dan tidak sehat mengerucut pada dua hal : Pertama seberapa baik setiap orang dalam hubungan tersebut menerima tanggung jawab, Kedua kesediaan dari setiap orang untuk menolak maupun ditolak pasangannya.
Di setiap hubungan yang tidak sehat atau beracun, akan muncul tanggung jawab yang buruk dan keropos di kedua belah pihak dan akan ada suatu ketidakmampuan untuk mengutarakan atau menerima penolakan. Lain halnya dengan suatu hubungan yang sehat (saling mencintai) di mana akan muncul batasan yang jelas antara dua orang tersebut dan di situ akan ada satu tempat terbuka untuk memberi dan menerima penolakan ketika dibutuhkan.
Yang dimaksud oleh Manson mengenai "batasan" adalah pengaturan yang tegas tentang tanggung jawab 2 orang tersebut atas masalah mereka masing-masing. Singkatnya kamu tidak bisa menuntut pasangan atau orang lain atas masalah atau emosi yang kamu alami dan disebabkan oleh kamu sendiri.
Contoh nyata yang sering terjadi pada lingkungan kita adalah seringkali seseorang menyalahkan pasangannya atas rasa kesepian yang mereka alami sendiri. Saya pun pernah mengalaminya dan sukses membuat pasangan saya pusing bukan main karena harus bertanggung jawab atas emosi yang saya alami sendiri. Dulu, sebelum saya sadar betapa buruknya saya menjadi pasangan untuk mantan pacar saya waktu itu.
Secara umum, orang-orang yang merasa dirinya harus diistimewakan, jatuh ke salah satu jebakan dalam hubungan mereka. Entah orang lain mengambil tanggung jawab atas masalah mereka.
Orang-orang yang merasa dirinya harus diistimewakan itu, mengadopsi strategi macam ini dalam hubungan mereka dan juga diterapkan dalam setiap saat, untuk mennghindari tanggung jawab atas masalah mereka sendiri. Akibatnya, hubungan mereka menjadi rapuh dan palsu, sebab itulah yang akan mereka dapatkan jika terus memilih menghindari rasa sakit dalam diri mereka, ketimbang memberikan apresiasi dan penghormatan yang asli terhadap pasangan mereka. Ini tidak berlaku untuk hubungan yang romantis, omong-omong, tapi juga untuk hubungan dan persahabatan.
Ketika tanggung jawab atas emosi-emosi dan tindakan-tindakan kita diatur dalam sebuah area gelap, di mana area tersebut tidak jelas siapa bertanggung jawab untuk apam siapa yang berbuat kesalahan apa, mengapa kamu melakukan apa yang kamu lakukan maka kalian (termasuk saya) tidak akan pernah mengembangkan nilai yang kuat untuk diri kalian sendiri. Maka, akhirnya kita akan dihadapkan oleh dua buah pilihan; membuat pasanganmu bahagia atau membuat pasanganmu membahagiakan kamu.
Orang-orang tidak bisa menyelesaikan masalah Anda. Dan sebaiknya mereka tidak mencobanyam karena ini tidak akan membuat Anda bahagia. Anda tidak bisa menyelesaikan masalah orang lain, karena itu juga tidak membuat mereka bahagia (206).
Tanda dari sebuah hubungan yang tidak sehat adalah dua orang yang mencoba memecahkan masalah orang lain agar diri mereka sendiri merasa lebih baik. Sebaliknya, suatu hubungan dikatakan sehat ketika dua orang memecahkan masalah mereka sendiri agar keduanya merasa lebih baik.
Perancangan batasan yang jelas ini tidak berarti bahwa kamu tidak bisa menolong atau mendukung pasangan atau dibantu dan didukung olehnya.
Analogi sederhananya seperti halnya jika rekanmu meminta tolong kepadamu untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya dan jika kamu meng-iyakan permintaannya maka sudah selayaknya rekanmu memberi tahu bagian mana saja yang perlu kamu selesaikan dan minimal membuatkan kamu kopi sebagai bentuk dukungan kepadamu bukannya berleha-leha dan membiarkanmu melahap semua pekerjannya. Hal ini berlaku juga sebaliknya apabila suatu saat kamu membutuhkan pertolongan orang lain.
Apa yang dapat kamu lihat dari analogi yang saya jabarkan di atas?
Ya.
Keduanya harus saling mendukung. Begitulah seharusnya yang terjadi dalam dunia percintaan dan interaksi kita sehari-hari.
Dalam interaksi sosial kamu juga perlu mawas diri terhadap orang-orang yang istimewa terutama di dalam dunia percintaan. Kenapa ? itu karena orang-orang sok istimewa gemar menyalahkan orang lain atas emosi dan tindakan mereka sendiri, karena mereka yakin bahwa jika dengan secara konstan menampilkan diri mereka sebagai korban, dan pada akhirnya seseorang akan datang dan menyelamatkan mereka, dan mereka akan menerima cinta yang selalu mereka dambakan. Orang-orang seperti ini sudah pasti adalah tipikal drama queen atau drama king.
Namun, hal unik yang terdapat dari orang-orang istimewa ini adalah mereka gemar menyediakan diri secara suka rela untuk disalahkan atas emosi dan tindakan orang lain, karena mereka percaya bahwa jika mereka "memperbaiki" pasangan mereka dan menyelamatkannya, mereka akan menerima cinta dan apresiasi yang selama ini mereka dambakan.
Padahal.
Kenyataannya adalah kebanyakan manusia rentan untuk tidak mengembalikan segala perlakuan manis yang pernah mereka dapatkan. Dan bisa dikatakan oleh sebab itulah sudah beberapa tahun belakangan ini saya tidak pernah mengharapkan perlakuan manis apapun terhadap orang lain yang sudah saya bantu atau masa bodo. Namun bukan berarti jika ada seseorang yang berhutang uang kepada saya maka saya tidak akan menagihnya, saya akan tetap menagih dan ketika sudah lunas saya tidak pernah berharap orang yang pernah berhutang kepada saya akan menjadi penolong saya ketika saya mengalami masalah finansial nantinya. Itulah kenapa apabila saya berlaku baik kepada orang maka saya sendiri akan melupakannya, akan tetapi bukan berarti jika orang lain berlaku baik kepada saya maka saya akan melupakannya. Tentu tidak, karena justru orang seperti itulah yang perlu saya jaga untuk tetap berada di dalam lingkaran sosial saya.
Dan percayalah.
Memiliki mindset seperti itu jauh lebih menyenangkan dibanding ketika saya masih memiliki mindset lugu bahwa semua orang yang sudah kamu perlakukan dengan manis akan memperlakukan kamu dengan manis juga nantinya.
Manson menambahkan bahwa orang-orang dengan batasan yang kuat paham bahwa tidak wajar untuk mengharapkan 2 orang saling mengakomodasi 100 persen dan memenuhi setiap kebutuhan yang dimiliki pasangannya. Orang dengan batasan yang kuat mengerti bahwa mereka mungkin kadang bisa melukai perasaan seseorang, namun pada akhirnya mereka tidak bisa mengatur bagaimana orang lain merasakan sesuatu. Orang-orang dengan batasan yang kuat paham bahwa sebuah hubungan yang sehat bukan tentang saling mengendalikan emosi, tetapi lebih pada saling mendukung dalam pertumbuhan individual masing-masing dan memecahkan masalah mereka sendiri.
Ini bukan tentang peduli tentang apapun yang dipedulikan pasanganmu; ini tentang memedulikan pasanganmu tanpa peduli apa yang diberikannya. Itulah cinta yang tanpa syarat, sayang.
11. Bagaimana membangun kepercayaan (Yang Sudah Rusak)
Manson dapat dikatakan adalah salah satu pria beruntung karena menikahi wanita yang setuju, dan bersedia menerima pikiran-pikiran saya tanpa disensor. Istrinya berani menghardik omong kosong-nya dan tentu saja itu adalah perlakuan paling penting yang ditawarkan kepadanya sebagai seorang pasangan. Manson mengakui bahwa egonya kadang naik, membuatnya menggerutu, mengeluh, dan membuatnya beradu argumentasi. Namun beberapa jam kemudian Manson mengakui bahwa istrinya lah yang benar. Dan demi Tuhan, Manson mengakui bahwa oleh perlakuan istrinya itulah ia menjadi orang yang lebih baik, bahkan meskipun ia membenci mendengarnya saat itu.
Ia (Manson) berpendapat bahwa ketika prioritas tertinggi kita adalah untuk membuat diri kita merasa senang, atau selalu membuat pasangan kita merasa senang, tidak akan ada seorangpun yang berakhir dengan perasaan senang. Dan hubungan kita akan pecah berkeping-keping tanpa kita sadari.
Tanpa konflik, tidak akan ada kepercayaan. Konflik muncul untuk menunjukkan kepada siapa kita tanpa syarat dan siapa yang hanya ada untuk mendapatkan keuntungan. Tidak seorangpun yang mempercayai seorang yang selalu berkata "ya."
Rasa sakit dalam hubungan kita penting untuk memperkuat kepercayaan kita satu sama lain dan menghasilkan keintiman yang lebih besar. Saya pribadi mengaminkan hal itu, sebab usai bertengkar biasanya hubungan saya dan pacar saya justru akan kembali hangat. Dan memang begitulah adanya.
Jika suatu hubungan diibaratkan sebagai kendaraan, maka konflik itu sendiri dapat dianalogikan sebagai bahan bakar. Kendaraan akan tetap berjalan selama si pengemudi menuangkan cairan bahan bakar di tangki yang tepat dengan takaran yang cukup. Namun jika si pengemudi menuangkan bahan bakar itu tidak pada tangki yang seharusnya atau menuangkannya sampai kelebihan takaran, kalau si pengemudi itu beruntung maka kendaraan itu akan terbakar. Pernah lihat berita kendaraan yang terbakar karena kelebihan isi bahan bakar kan?
Agar hubungan menjadi sehat, kedua belah pihak harus bersedia dan mampu untuk mengatakan maupun mendengar kata tidak. Tanpa adanaya negasi tersebut, tanpa adanya penolakan, tembok pembatas akan runtuh sehingga masalah dan nilai seseorang akan mendominasi nantinya. Konflik bukan saja normal, namun; sangat penting untuk memelihara suatu hubungan yang sehat. Jika dua orang yang dekat tidak mampu mengeluarkan unek-unek, perbedaanm secara terbuka dan vokal, maka hubungan tersebut berdasar pada manipulasi dan perlahan akan menjadi racun.
Kepercayaan adalah bahasa baku paling penting dalam segala jenis hubungan. Alasannya sederhana, tanpa kepercayaan, suatu hubungan sesungguhnya tidak berarti apapun. Tanpa kepercayaan, hubungan tidak dapat lagi berfungsi. Jadi pilihannya tinggal membangun kembali kepercayaan atau mengucapkan selamat tinggal.
Jika pasanganmu tertangkap basah selingkuh, sudah pasti ia akan mengejarmu ketika kamu berpaling, menarik tanganmu, lalu meminta maaf dan mengucapkan mantra "hal itu tidak akan terjadi lagi", "aku khilaf" atau mantra-mantra lainnya yang lebih inovatif. Sebagian orang akan langsung menyudahi hubungan mereka di tempat, ah mungkin tidak sampai sebagian karena nyatanya lebih banyak yang memilih untuk tetap pergi dan menenangkan dirinya sementara dan memaafkan pasangan brengseknya dengan harapan hal itu tidak terjadi lagi. Kebanyakan dari kita adalah terlalu fokus untuk mempertahankan hubungan yang sudah cacat seperti itu sehingga kita gagal menyadari bahwa ini menjadi lubang hitam yang menelan harga diri mereka.
Nah sekarang muncul sebuah pertanyaan.
Bagaimana membangun kepercayaan yang sudah terlanjur rusak ?
Jawabannya adalah Rekam Jejak.
Jika seseorang mengkhianati kepercayaanmu, maka janji-janjinya akan terdengar manis; namun kamu sangat perlu untuk mengikuti perubahan perilakunya dalam rekam jejak yang konsisten. Hanya dengan itu kamu dapat memulai kepercayaan bahwa nilai-nilai dari pasangan mu yang selingkuh sekarang mulai selaras dan orang itu akan berubah.
Berarti saya harus jadi stalker dong ?
Yeee ga sampe jadi stalker juga Bambank!
Kalem aja. Keep it cool. Siapa tau kamu menemukan yang lebih wah. Hehe.
Sayangnya, untuk bisa membangun suatu rekam jejak kepercayaan diperlukan waktu yang tentu lebih lama dibandingkan merusak kepercayaan tersebut. Ketika kepercayaan dihancurkan, hal ini dapat dibangun kembali hanya jika terjadi dua hal berikut; Pertama, penghancur kepercayaan mengakui bahwa terdapat nilai/perilaku yang mengakibatkan hancurnya suatu kepercayaan dan itu adalah perilaku yang mereka miliki. Kedua, penghancur kepercayaan membangun sebuah rekam jejak yang solid dari perilaku yang semakin baik dari waktu ke waktu. Perlu diingat bahwa jika melewatkan langkah pertama maka tidak akan ada upaya untuk perdamaian juga.
Kepercayaan seumpama piring atau terakota Cina. Siapapun yang sudah sekali merusaknya mungkin kamu dapat menyatukan pecahan-pecahannya kembali. Tetapi begitu kamu merusaknya untuk yang kedua kali, maka kepingannya akan semakin banyak dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyatukannya kembali. Jika kamu memecahkannya lagi dan lagi , pada akhirnya barang itu akan remuk hingga tidak mungkin dikembalikan lagi seperti sedia kala. Ada terlalu banyak kepingan yang tidak utuh, dan terlalu banyak serpihan.
Jadi, ngomong-ngomong tentang apa inti tulisan (buku) ini ?
Percaaya atau tidak sekarang ini kita menghadapi suatu wadah psikologis yang di mana orang-orang tidak menerima dengan tenang bahwa terkadang ada hal yang tidak menyenangkan dalam hidup ini. Karena saat kita percaya bahwa mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan itu sangat memalukan, dan secara tidak sadar kita mulai menyalahkan diri sendiri.
Kepercayaan bahwa tidak sempurna itu memalukan adalah sumber tumbuhnya lingkaran setan yang akan "mengambil alih" tubuh kita. Tulisan serta seluruh ide dalam buku ini (jika kamu berhasil baca versi penuh bukunya) tidak berbicara bagaimana cara meringankan masalah atau rasa sakit Anda.
Sebaliknya, tulisan ini akan mengubah rasa sakit menjadi sebuah peranti, mengubah trauma menjadi kekuatan, dan masalah yang sedang kita hadapi atau kita akan hadapi kedepannya menjadi masalah yang lebih baik. Atau dapat juga menjadi sebuah panduan saat mengalami penderitaan dan bagaimana cara untuk mengambil tindakan yang lebih baik, lebih bermakna, penuh dengan kasih sayang, dan kerendahan hati.
Tulisan ini juga tidak mengajari bagaimana cara mendapatkan atau mencapai sesuatu, namun lebih pada bagaimana cara berlapang dada dan membiarkan sesuatu pergi sehingga kita dapat menyortir hal-hal yang paling penting saja.
P.S
Jangan coba-coba untuk pinjam bukunya ke saya ya. Karena saya juga minjam ke teman. Hehe.
Ngomong-ngomong terima kasih untuk yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca postingan saya dan special thank untuk Mas Eka yang sudah berbaik hati mau meminjamkan bukunya.
Sumber :
Manson, Mark. 2018. Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Jakarta : Grasindo
Bukowski bisa menjadi salah satu penginspirasi buat ane yang kerjaannya nulis artikel disebuah web Min. Walaupun saat ini tidak seberapa ramai, namun saya yakin kedepannya akan dapat menutup lelah saya dalam menulis. Nice Artikel min, menginspirasi
ReplyDeleteAamiin. Semoga sukses dan tetap menginspirasi banyak orang ya :)
Delete